TEMPO.CO, Bengkulu - Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu Risman Sipayung mengatakan aktivitas penambangan dan penggalian batu akik telah merusak hutan di sana. Mereka kini mewaspadai aktivitas penambangan di sana yang cenderung serampangan.
"Setelah menambang mereka seenaknya saja meninggalkan bekas pengalian," kata Risman Sipayung, Selasa, 3 Maret 2015. Menurutnya, pembukaan kawasan hutan itu akibat demam batu akik yang bukan sekadar hobi, melainkan sudah dijadikan lahan bisnis.
Batu-batu akik selama ini memang kerap ditemukan di kawasan hutan. Di Bengkulu, ada tiga hutan yang diwaspadai perusakannya. Yakni Mukomuko, Napal Putih di Bengkulu Utara, dan Kaur. "Namun yang paling agresif adalah Mukomuko," ujarnya.
Sementara ini kasus penggalian batu akik ditemukan di kawasan Bukit Pangeran yang berada diperbatasan Mukomuko dan Bengkulu Utara. Melalui dinas setempat, pemerintah berpatroli ke kawasan itu sesuai surat edaran yang diberikan Dinas Kehutanan Provinsi.
Risman mengatakan saat ini pihaknya masih menerapkan pencegahan seperti berpatroli dan sosialiasi mencegah masyarakat menggali kawasan hutan termasuk hutan lindung, hutan buru, dan kawasan yang dilarang lainnya. Mereka diingatkan dengan hukuman dan sanksi. "Pelakunya bisa dipenjara dan denda," katanya.
Sementara itu Bupati Bengkulu Utara Imron Rosyadi mengatakan untuk mengendalikan pembukaan dan penggalian hutan yang tidak terkendali saat ini, pihaknya menginisiasi pembuatan peraturan daerah soal batu akik. "Perda ini nantinya tidak hanya untuk mengatur rehabilitasi hutan, tapi juga pajak royalti bagi daerah," katanya.
PHESI ESTER JULIKAWATI