TEMPO.CO, Madiun - Raheem Agbaje Salami, terpidana mati yang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Madiun, Jawa Timur, mengaku masuk ke Indonesia menggunakan paspor palsu pada 1999. "Nama yang tertulis di paspor adalah Raheem. Sebenarnya yang asli ialah Jamiu Owolabi Abashin," kata Titus Tri Wibowo, pendamping rohani sekaligus bapak permandian Raheem, Selasa, 3 Maret 2015.
Selain itu, menurut dia, identitas kewarganegaraan Raheem juga keliru. Di dalam paspornya tertulis Cordova, Spanyol, padahal seharusnya Nigeria. Kepada Titus, Rahem menceritakan penerbitan paspor tersebut diurus oleh seorang warga Zimbabwe yang dia temui di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 1997.
Kala itu, kata dia, Raheem yang baru lulus kuliah bermaksud mengadu nasib ke negeri orang. Dari negara asalnya, Nigeria, Raheem disalurkan oleh agen tenaga kerja menuju Kuala Lumpur. Begitu tiba di kota yang dituju, pihak agensi menelantarkan Raheem. Hingga akhirnya ada warga Zimbabwe yang menawarinya pekerjaan.
"Men (panggilan akrab Raheem) diajak menuju Bangkok, Thailand. Di sana, dia (Raheem) dimintai foto untuk paspor yang mencantumkan nama Raheem," ujar Titus.
Setelah memegang paspor, Raheem diminta mengantarkan koper ke Indonesia dengan menumpang pesawat terbang. Koper yang berisi tumpukan pakaian wanita dan sepatu itu diselipi lima kilogram heroin dan dibawa menuju Bandara Internasional Juanda Surabaya. Beberapa saat setelah mendarat, Raheem ditangkap aparat kepolisian lantaran kedapatan membawa narkotik.
"Untuk pengiriman tersebut, Raheem dijanjikan mendapat bayaran US$ 400. Tapi baru dibayar sekitar separo," kata Titus, menyampaikan isi pembicaraannya dengan Raheem.
Setelah Raheem ditangkap polisi, proses hukum yang membelit Raheem terus bergulir. Hingga akhirnya, pada 2014, grasi yang diajukan kepada Presiden Jokowi Widodo ditolak. Eksekusi mati bagi dia dikabarkan akan segera dilakukan di LP Nusakambangan.
Kepala LP Kelas I Madiun Anas Saeful Anwar mengatakan izin pemindahan Raheem ke LP Nusakambangan sudah diterbitkan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. "Jaksa selaku eksekutor yang meminta izin ke Dirjen PAS sudah menunjukkan surat izin itu kepada kami. Tapi kapan pemindahannya kami belum tahu," ujar Anas.
NOFIKA DIAN NUGROHO