TEMPO.CO, Jakarta - Perempuan bertubuh mungil itu duduk menundukkan kepala. Mulut dia berkomat kamit, sedang berdoa. Tangan dia menggerakkan tanda salib.
Berbalut baju garis-garis biru dan putih itu tampak kuyu dengan tatapan sayu. Rambutnya sepundak, dikuncir ke belakang. Dia mengenakan celana jins berulang kali menundukkan kepala di samping tim pengacaranya.
Perempuan itu adalah terpidana mati kasus narkoba, Mary Jane Fiesta Veloso, 30 tahun, pekerja rumah tangga asal Baliung Bulacan, Filipina. Rabu, 4 Maret 2015, adalah kali kedua dia sidang peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
Persidangan menghadirkan dua saksi dari pemohon, Romo Bernhard Kieser, pastur pendamping rohani dan dosen Sekolah Tinggi Bahasa Asing LIA, yaitu Agus Darwanto.
Dalam sidang kedua, Ketua Majelis Hakim Marliyus menerima novum atau bukti baru yang diajukan tim pengacara Mary Jane. "Kami bersyukur atas sidang hari ini," kata pengacara Mary Jane, Agus Salim seusai sidang.
Novum yang diajukan Mary Jane dalam gugatan peninjauan kembali adalah kendala bahasa yang dianggap mempengaruhi keputusan hakim. Penerjemah bahasa Inggris yang disiapkan Kepolisian Yogyakarta menurut pengacara tidak kompeten ketika pemeriksaan berlangsung.
Selain itu pengacara berpendapat ada ketidakberesan prosedur pemeriksaan Mary Jane. Polisi langsung menyediakan penerjemah pada hari penangkapan Mary, 25 April 2010 pukul 16.00. Pada hari itu Mary Jane ditangkap sekitar pukul 08.30. "Hari itu hari libur, terkesan dipaksakan," kata Agus Salim.
Setelah mendengarkan penjelasan dari saksi, majelis hakim membuat berita acara yang dikirim ke Mahkamah Agung. Selanjutnya Mahkamah Agung yang memutuskan menerima atau menolak gugatan peninjauan kembali yang diajukan Mary Jane.
Tim pengacara, orang dari kedutaan Filipina,dan Romo Bernhard Kieser, pastur pendamping Mary Jane berkumpul seusai sidang. Mereka terlihat sumringah. Romo Benhard mendampingi Mary Jane selama berada di penjara sejak 2011.
Pada awal sidang, Romo Bernhard memimpin doa untuk Mary Jane menggunakan Bahasa Indonesia. Pastur Gereja St Antonius Kotabaru, Yogyakarta menyatakan Mary Jane tidak bisa berbahasa Inggris dengan baik. Mary hanya menguasai bahasa Filipina, Tagalok.
Romo Bernhard bersabar mendampingi Mary Jane. Doa-doa yang ia sampaikan dalam bahasa Indonesia ketika bertemu Mary Jane. "Saya dilibatkan secara pribadi dan sebagai pastur saya merasa terpanggil," kata dia. Di samping Romo, Mary Jane meneteskan air mata sembari memanjatkan doa.
SHINTA MAHARANI | MUH SYAIFULLAH