TEMPO.CO , Jakarta:Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Bidang Pendidikan, Susanto, mengatakan keterlibatan anak dalam tindak kejahatan jalanan dilatari banyak faktor. Perubahan usia pelaku begal yang belakangan banyak dilakukan pelaku berusia muda dan berstatus pelajar menunjukkan adanya pergeseran tren dan perubahan perilaku anak usia pelajar.
"Pemicu utamanya adalah pengaruh teman sebaya dan pengaruh lingkungan sosial yang buruk," kata Susanto, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Bidang Pendidikan, di Kantornya, Selasa, 3 Maret 2015. Keberadaan teman dan lingkungan sosial yang terbiasa melakukan tindak kekerasan menyebabkan anak usia sekolah terbawa pola yang ada di lingkungan tersebut.
"Begal ini telah menjadi persoalan serius," kata dia. Para anak usia pelajar, kata Susanto, bahkan kerap melakukan tindakan kejahatan diawali dengan alasan iseng, solidaritas pertemanan dan kemudian merasa nyaman dengan tindakan pembegalan tersebut.
"Bahkan beberapa dari mereka tidak sadar melakukan tindakan melanggar hukum," kata dia. Namun diantara para pelaku tersebut terdapat juga anak-anak yang merasa yakin bahwa tindakannya tidak akan diproses secara hukum. "Karena treatment terhadap kasus anak memang ada ke khususan."
Ia mengatakan dalam kasus begal oleh anak usia sekolah, kesalahan pengelolaan asuh anak di keluarga juga menjadi faktor lain banyaknya tindak kejahatan yang melibatkan anak. Anak-anak yang lahir dari keluarga bermasalah berpotensi menyebabkan pribadi anak menjadi bermasalah.
Ia juga menyampaikan perkembangan gaya berfikir dan bertindak instan dan cepat juga menjadi pemicu ketiga kejahatan begal dilakukan anak. "Dengan alasan instan ingin punya motor, atau ingin bisa bersenang-senang diakhir pekan, anak-anak berani melakukan tindak kejahatan."
Pola hidup serba ingin cepat dan mudah inilah yang membuat anak menggunakan cara-cara pintas untuk mendapatkan keinginannya. Bahkan menurut Susanto, kondisi ekonomi sebuah keluarga tidak selalu menjadi pemicu tindak kejahatan oleh anak.
"Keempat, dampak dari bullying juga berpengaruh," kata dia. Menurutnya berdasarkan survei yang dilakukan KPAI tahun 2014 hampir setiap sekolah melakukan bullying. Dan bahkan 87 persen menunjukkan adanya kekerasan dalam kegiatan sekolah. "Kalau ini terus menggejala bisa-bisa anak imun terhadap kekerasan," kata dia.
Faktor terakhir yang memicu anak-anak melakukan tindak kejahatan begal menurut Susanto adalah keberadaan tontotan maupoun permainan video games yang menunjukkan tindak kekerasan. "Kalaupun anak tidak menjadi pelaku kekerasa, mereka cenderung membiarkan terjadinya kekerasan di lingkungan," ujar Susanto.
MAYA NAWANGWULAN