TEMPO.CO, Yogyakarta - Ketua Komite Pertimbangan Organisasi Indonesian Human Rights for Social Justice (IHCS), Gunawan, menyarankan penyusunan Peraturan Daerah Istimewa (Perdais) tentang pertanahan dan tata ruang, perlu memperhatikan risiko konflik agraria. Sebab jika masalah tersebut terabaikan bakal memicu konflik hukum tanah pada masa mendatang.
Gunawan berpendapat risiko itu bisa diminamilisir apabila aturan turunan Undang-Undang Keistimewaan bisa mencegah kasus tumpang tindih kepemilikan lahan dan kaburnya penjelasan hukum mengenai fungsi lahan. "Perdais tentang Tata Ruang dan Pertanahan merupakan aturan turunan paling penting dari Undang-Undang Keistimewaan," ujarnya di Univesity Club, Universitas Gadjah Mada, Kamis, 5 Maret 2015.
Menurut Anggota Presidium Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) ini, ada dua hal dalam Undang-Undang Keistimewaan yang masih kabur penjelasannya tentang Sultan Ground dan Pakualaman Ground. Kekaburan itu bisa memicu ketidakpastian hukum yang membuka pintu konflik. "Ini yang perlu dijelaskan dalam aturan turunan," kata Gunawan.
Dalam undang-undang disebutkan, tanah milik Kraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman berada di seluruh kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta. Padahal, kata Gunawan, faktanya sebagian tanah di Yogyakarta sudah menjadi milik sah warga perseorangan. "Artinya, perlu ada pemetaan mendetail mengenai lokasi dan kondisi terakhir Sultan Ground dan Pakualaman Ground," ujarnya.
Pendataan tanah itu perlu melibatkan pemantauan publik sehingga menutup kemungkinan ada tumpang tindih kepemilikan di kemudian hari. Data itu kemudian bisa menjadi dasar Perdais tentang Pertanahan. "Di banyak konflik tanah masyarakat adat, sebabnya karena masalah akurasi peta lokasi dan pengukuran lahan.”
Karena itu, dia menyarankan, penyusunan Perdais Tentang Tata Ruang perlu memberikan definisi yang menyebutkan secara mendetail indikator tujuan penggunaan lahan Sultan Ground dan Pakualaman Ground. Referensinya bisa berangkat dari sejarah atau mengikuti Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah DIY yang sudah berlaku.
Pelajaran dari sejarah, menurut Gunawan, terdapat di banyak riwayat kebijakan terbaik dari Kasultanan Mataram Islam dan Kraton Yogyakarta mengenai pemanfaatan tanah di masa lampau. Ada juga contoh positif kebijakan pemanfaatan tanah bagi kesejahteraan masyarakat di DIY saat revolusi 1945. "Bisa juga mengambil dari Perda di DIY mengenai implementasi UU Pembaruan Agraria di tahun 1980-an.”
Rancangan Perdais tentang Tata Ruang dan Pertanahan masuk dalam daftar pembahasan program legislasi daerah DIY pada tahun ini. Raperdais-raperdais itu masuk dalam daftar yang disebut dalam Keputusan DPRD DIY Nomor 65/K/DPRD/2014 Tentang Program Pembentukan Perdaturan Daerah dan Perdaturan Daerah Istimewa DIY tahun 2015.
Di antara Raperdais yang dibahas, adalah Raperdais tentang Kewenangan Dalam Urusan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Raperdais tentang Tata Cara Pengisian Jabatan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur. Selainnya, Raperdais tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Raperdais tentang tentang Kewenangan Dalam Urusan Kebudayaan. Dua aturan turunan sisanya ialah Raperdais tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten serta Raperdais Tentang Penataan Ruang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM