TEMPO.CO, Jakarta - Berdasarkan riset tentang defrostasi dan degradasi di Indonesia tahun 2011, Indonesia menempati peringkat enam penyumbang emisi karbon dunia. Jumlah karbon yang disumbangkan Indonesia mencapai 2 gigaton.
Posisi pertama penyumbang karbon terbesar ditempati Cina dengan jumlah emisi yang dikeluarkan mencapai 10 gigaton. Amerika Serikat menempati peringkat dua dengan jumlah karbon yang dihasilkan mencapai 6 gigaton. Secara berurutan, Uni Eropa, India, dan Rusia berada di bawah Cina dan Amerika sebagai penghasil karbon terbesar dunia.
Franz-Fabian Bellot, penasihat pembangunan dari Forests and Climate Change Programme (FORCLIME) Jerman, menyarankan pihak Indonesia untuk mencari jalan keluar untuk melindungi kawasan hutan tropis yang ada. "Hutan tropis Indonesia terluas ketiga, tapi menempati urutan dua dalam hal defrostasi," kata dia dalam seminar REDD+ dan Ekonomi Hijau di Indonesia yang diselenggarakan oleh Society of Indonesian Environmental Journalists dan The United Nations Office for REDD+ Coordination in Indonesia, Rabu, 4 Maret 2015
Bellot mengatakan pembukaan lahan hutan untuk industri kelapa sawit di Sumatra dan Kalimantan bakal memperparah defrostasi dan degradasi lahan di Indonesia. Sayangnya, dia beranggapan pembukaan lahan tersebut sulit dihentikan secara total. "Indonesia negara berkembang, butuh pembangunan." Menghentikan pembukaan lahan, katanya, juga tidak langsung menyelesaikan permasalahan.
Wahjudi Wardojo, penasihat senior kebijakan terestrial The Nature Conservancy, menyebut sektor pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya juga menyumbang hingga 24 persen pemanasan global. "Hutan tempat penyimpan karbon. Begitu mereka ditebangi, karbon akan terlepas ke udara yang akhirnya berdampak pada pemanasan global dan perubahan iklim," katanya.
Skema REDD+, menurut Wahjudi, adalah program penting untuk menyelamatkan hutan alam yang tersisa. Menurut dia, pemerintah Indonesia perlu mengutamakan pendekatan kebijakan dan insentif positif dalam usaha mereduksi deforestasi dan peningkatan konservansi. "Insentif diberikan kepada wilayah yang mampu menjaga hutan alam yang tersisa."
GABRIEL WAHYU TITIYOGA