TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global menyambut positif keputusan Presiden Joko Widodo menggabungkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dewan Nasional Perubahan Iklim dan Badan Pengelola REDD+ juga digabung ke dalam kementerian tersebut. “Itu efisiensi birokrasi dan menyatukan lembaga yang memiliki kewenangan dan fungsi yang saling terkait,” kata Arimbi Heroepoetri, koordinator Debtwach Indonesia, Kamis 5 Maret 2015.
Penggabungan tersebut diatur dalam Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2015. Walau dinilai positif, penggabungan ini akan menghadapi tantangan yang tidak mudah karena menggabungkan dua kewenangan yang sebelumnya kerap bertentangan. Kementerian Lingkungan Hidup kerap dikenal sebagai pendukung pelestarian lingkungan sedangkan Kementerian Kehutanan berwenang mengeluarkan izin-izin pembukaan hutan untuk perkebunan. Kewenangan kementerian baru itu juga bertambah luas. “Satunya protektif, satunya lagi ekspoilatif. Ini ibarat gas dan rem dalam satu lembaga,” kata Arimbi.
Karena kewenangan kementerian makin luas, menurut dia, seharusnya pemerintah tidak kesulitan mengkoordinasikan upaya-upaya mitigasi perubahan iklim. “Kami minta pemerintah menjalankan agenda adaptasi sama kuatnya dengan mitigasi tanpa meninggalkan inisiatif-inisiatif yang telah dimulai di masa sebelumya,” kata Arimbi.
Mereka juga mendesak pemerintah agar melimpahkan fungsi koordinasi, pengawasan, dan evaluasi program isu perubahan iklim kepada Kementerian Koordinasi Perekonomian. “Jika memungkinkan langsung Kantor Kepresidenan Joko Widodo sehingga memiliki kewenangan lintas sektor lebih kuat,” kata Sisilia Nurmala Dewi dari Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa).
Menurut Sisilia, kerangka kerja perubahan iklim tidak hanya bicara soal mitigasi, melainkan juga upaya adaptasi terhadap dampak perubahan iklan. Setidaknya ada enam kementerian atau lembaga perlu saling bersinergi. Mereka adalah Kantor Kepresidenan, Menko Perekonomian, Menko Kemaritiman, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menko Politik Hukum dan HAM, serta lembaga pemerintah non-kementerian.
Perubahan iklim yang disebabkan oleh pelepasan emisi telah berdampak besar pada ketahanan nasional. Dampah itu dirasakan nyata. Banjir, longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan seolah-olah menjadi menu wajib setiap tahun.
"Lahan kritis di dalam kawasan hutan telah mencapai lebih dari 27 juta hektar. Kondisi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil juga terancam karena naiknya permukaan air laut. Keanekaragaman hayati yang merupakan kekayaan Indonesia kini dalam kondisi rentan.Di laut ukuran ikan semakin menyusut karena berkurangnya kadar oksigen dalam laut akibat pemanasan global,” ujar Muhammad Djauhari dari Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK).
NUR HASIM