TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Intelijen Negara Marciano Norman mengatakan pihaknya sedang menyelidiki modus baru rekrutmen Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS. Modus baru yang dimaksud adalah membawa keluar warga negara Indonesia menggunakan biro perjalanan.
"Kemarin (Selasa, 4 Maret 2015), ada 16 WNI yang ikut dengan salah satu biro perjalanan ke Turki, dan saatnya harus kembali, ternyata mereka belum juga kembali," ujar Marciano di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu, 4 Maret 2015.
Menurut Marciano, BIN sudah menggandeng kepolisian dan lembaga intelijen Turki guna melacak keberadaan 16 orang itu. BIN mengantongi nama biro perjalanan yang dimaksud dan mengembangkan penyelidikan adanya modus serupa dilakukan oleh biro perjalanan lain.
Adapun biro perjalanan tersebut rupanya terdaftar secara resmi. Soal keterlibatan biro perjalanan tersebut, Marciano mengaku masih menyelidiki. "Soal keterlibatan itu, kami belum tahu, apakah biro perjalanannya terlibat atau tidak," ujarnya.
Modus seperti ini, tutur Marciano, juga sering dilakukan para agen penyalur TKI ilegal. "Ini juga pernah dilakukan oleh TKI-TKI kita yang saat umrah tak kembali," ucapnya.
Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri mengatakan proses migrasi WNI ke luar negeri harus diperketat, termasuk juga biro penyalur TKI. Hanif yakin mereka yang ingin bergabung dengan ISIS tak akan memilih jalur legal TKI. "Kalau dia mau jadi teroris, tak akan lewat jalur legal. Kalau legal, ya untuk kerja," ujarnya.
Meskipun begitu, kata Hanif, Kementerian akan segera berkoordinasi dengan Kepala BIN untuk mencegah simpatisan ISIS ke Suriah dengan mengaku sebagai TKI melalui jalur resmi.
Direktur Riset Yayasan Prasasti Perdamaian Taufik Andrie menyatakan simpatisan ISIS sekarang lebih memilih menggunakan jalur legal untuk sampai ke Suriah. Misalnya, menggunakan biro perjalanan wisata, umrah, memberikan bantuan kemanusiaan, atau menjadi TKI.
"Mereka belajar dari kegagalan berangkat secara ilegal, makanya mengincar jalur legal," ujarnya. Menurut Taufik, Turki jadi jalur yang paling lazim dilalui simpatisan ISIS dari Indonesia. Dari Turki, mereka tinggal melanjutkan perjalanan darat ke Suriah.
Selain itu, jalur Jeddah, Arab Saudi, juga menjadi favorit para simpatisan ISIS, meskipun jalur darat yang ditempuh lebih jauh ketimbang melalui Turki. "Oleh karena itu, banyak modus menggunakan perjalanan umrah," ucapnya.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno menjelaskan, hingga saat ini, ada 514 warga negara Indonesia yang terlibat dengan jaringan ISIS. Jumlah tersebut, kata Tedjo, tidak termasuk 16 orang yang hilang di Turki.
Tedjo mengakui ISIS sudah menjadi masalah dunia. Karena itu, Indonesia harus mewaspadai ancaman ISIS. "Yang penting, kita melakukan pencegahan agar tidak sampai kejadian," tuturnya. Pencegahan, ujar Tedjo, dapat dilakukan, antara lain, melalui pendidikan dan budaya bangsa yang benar-benar ditanamkan.
TIKA PRIMANDARI