TEMPO.CO, Jakarta -Dengan sedikit kesal, Junn memarahi Kai, putra semata wayangnya yang datang mengunjungi panti wreda tempat ia tinggal. “Kenapa kau tidak membawa CD yang kuminta? Sudah lama aku menunggunya,” ujarnya dalam bahasa Cina. Tapi kekesalannya hanya sebentar. Ia kemudian bercerita banyak hal tentang hidupnya kepada pemuda itu. Dimulai dari kesulitannya berbahasa Inggris hingga tentang seorang pria yang setiap hari memberinya bunga.
Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk. Seorang penjaga masuk ke kamar Junn, hendak mengganti lampu kamar yang mati. Junn terdiam. Sementara Kai sama sekali tak tampak di dalam kamar, karena sesungguhnya dia telah meninggal. Namun ingatan tentang kunjungan terakhir Kai itu terus berputar di benak Junn, kenangan yang menjadi pijakan baginya untuk terus bertahan hidup.
Hingga suatu hari, muncul Richard, “teman baik” Kai yang ingin memperbaiki hubungan dengannya. Junn tidak pernah menyukai Richard, yang ia anggap sebagai penyebab Kai “membuangnya” ke panti wreda. Richard, yang sebenarnya kekasih Kai, tetap tak menyerah. Ia bahkan menyewa penerjemah untuk Junn. Pelan-pelan ia membangun hubungan yang rapuh dengan Junn, yang masih tak mengetahui orientasi seksual anaknya.
Lilting, begitu film ini diberi judul. Sebuah perjalanan yang tenang namun emosional tentang ketakutan, luka, juga kehilangan. Seperti para tokoh dalam film ini yang dunianya berhenti bergerak setelah kematian Kai, atmosfer ini dirangkum dalam potongan gambar yang kerap muncul dalam film ini. Yakni, gambar pepohonan tertutup salju yang diam tak bergerak tanpa angin yang bertiup mengembusnya.
Aktris senior Cheng Pei-pei, yang mungkin diingat publik dalam perannya sebagai tokoh antagonis Jade Fox dalam Crouching Tiger, Hidden Dragon, tampil sebagai Junn. Meski kehilangan anaknya, ia tidak tampil sebagai wanita cengeng dengan air mata berderai-derai. Sebaliknya, ia muncul sebagai perempuan berwatak keras namun tetap menyimpan kehangatan seorang ibu.
Ben Whishaw, yang berperan sebagai Richard, bermain tak kalah cemerlang. Pria yang sebelumnya bermain sebagai pemeran utama dalam film adaptasi Perfume: The Story of the Murderer ini berhasil menampilkan lapisan demi lapisan karakter Richard yang digambarkan sebagai sosok yang hancur lebur namun mencoba menyembunyikannya di mata umum. Lewat aktingnya, Whishaw menunjukkan bagaimana Richard begitu frustrasi dalam menjaga hubungannya yang rapuh dengan Junn. Namun, pada saat yang sama, dia juga menyimpan harapan yang meluap-luap untuk diterima sebagai manusia terakhir yang memiliki hubungan darah dengan kekasihnya itu.
Lilting berjalan dengan plot yang perlahan. Klimaks pun tidak dieksekusi secara meledak-ledak. Namun bukan berarti film ini lantas menjadi film “berat” yang membosankan. Lilting juga memiliki momen-momen jenaka tersendiri, terutama eksplorasi hubungan “cinta monyet” antara Junn dan Alan.
Junn dan Alan, yang tak paham akan bahasa yang digunakan masing-masing, mencoba saling mengenal dan merayu lewat bantuan Vann, seorang penerjemah. Adegan-adegan kocak ini dibangun secara apik dan natural oleh Hong Khai, sang sutradara, sehingga tidak merusak atmosfer yang dibangun film ini secara menyeluruh.
Lilting menjadi debut penyutradaraan Hong Khaou untuk film panjang. Hong Khaou adalah sineas muda kelahiran Kamboja yang sejak kecil berimigrasi ke Inggris karena alasan politik. Film ini juga berhasil mengantarkannya masuk sebagai nomine Penghargaan British Academy of Film and Television Arts (BAFTA 2015) untuk kategori Outstanding Debut by A British Writer, Director or Producer; dan penghargaan Cinematography Award: World Cinema Dramatic dalam Festival Film Sundance tahun lalu.
Di Indonesia, Lilting diputar pekan lalu di Kineforum, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Film ini diputar kembali pada 1 Maret 2015 di Paviliun 28, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan , sebagai salah satu bagian dari program Film London Microschool. Ini adalah program training dan mentoring untuk sineas Indonesia terpilih, yang digelar atas kerja sama Film London dan British Council.
Sebelum di Indonesia, program serupa di Inggris inilah yang melahirkan film Lilting. Selain film ini, beberapa film lain yang diproduksi lewat kucuran dana gerakan ini adakah Shifty dan Borrowed Time, yang juga diputar di Indonesia.
Lilting
Sutradara: Hong Khaou
Penulis naskah: Hong Khaou
Pemain: Ben Whishaw, Cheng Pei-pei, Andrew Leung, Naomi Christie, Peter Bowles.
Durasi: 90 menit
RATNANING ASIH | HP