TEMPO.CO , Jakarta:Selama ini kandungan minuman beralkohol yang biasa dikonsumsi manusia adalah etil alkohol atau etanol yang dibuat melalui proses fermentasi dari madu, gula, sari buah, atau ubi-ubian. "Yang terjadi sekarang salah kaprah. Seperti gaya hidup, miras oplosan pun merebak hingga ke pedesaan yang merayakan sesuatu dengan miras oplosan," kata Prof dr Tjandra Yoga Aditama di Jakarta dalam surat elektroniknya pada Kamis, (5/3) di Jakarta.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan atau Balitbangkes dari kantor Kementerian Kesehatan ini menerangkan sementara yang terkandung dalam miras oplosan bukanlah etanol melainkan metyl alkohol atau metanol.
"Metanol biasanya dipakai untuk bahan industri sebagai pelarut, pembersih dan penghapus cat. Metanol dapat ditemukan dalam tiner alias penghapus cat atau aseton yang biasa dipakai sebagai pembersih cat kuku," kata dia.
Tjandra menjelaskan tanpa dicampur apapun, metanol sangat berbahaya bagi kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian. Apalagi dicampur dengan berbagai bahan lain yang tidak jelas jenis dan kandungannya.
"Metanol bila dicerna tubuh akan menjadi formaldehyde atau formalin yang beracun, berbahaya bagi kesehatan. Reaksinya dapat merusak jaringan saraf pusat, otak, pencernaan, hingga pada keadaan tertentu dapat saja terjadi kasus kebutaan."
Baca Juga:
Dia juga menyebutkan tentang pernah ada laporan yang menemukan miras oplosan yang dicampur dengan suplemen minuman berenergi dan minuman alkohol tradisional seperti tuak. "Namun yang lebih mengejutkan lagi tentang laporan bahwa miras yang dioplos mungkin saja memakai obat nyamuk cair. Hal ini sungguh membahayakan," kata dia.
Secara umum dan ilmiah Tjandra juga menyampaikan lima hal tentang miras oplosan sebagai berikut:
1. Karena oplosan tidak ada izinnya, maka tidak diketahui jenis atau bahan dan jumlah alias kadar yang dioplos, walaupun memang pada dasarnya adalah bahan berbahaya.
2. Oplosan juga melanggar aturan pembelian/konsumsi, dimana untuk alkohol resmi saja hanya boleh dibeli oleh yang berusia di atas 21 tahun.
3. Kalau sdh terjadi kasus atau pasien maka Runah Sakit dan tenaga kesehatan tentu siap menanganinya.
4. Bahaya kesehatannya akan tergantung dari jenis bahan yang dioplos, jumlah atau kadar bahan yang dioplos, kemudian jumlah yang dikonsumsi, lalu seberapa cepat pasien datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dan keadaan umum atau daya tahan tubuh pasien.
5. Tentang pencegahan hanya ada dua yang bisa dilakukan jangan mengoplos dan jangan mengkonsumsi oplosan.
HADRIANI P.