TEMPO.CO, Ponorogo - Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan Presiden Joko Widodo akan terus berkoordinasi dengan Kepolisian RI agar menghentikan kriminalisasi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi dan pendukungnya. Caranya, kata Pratikno, Istana bakal sering memanggil Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti untuk melakukan audiensi.
"Ya, sudah beberapa kali Pak Badrodin dipanggil untuk membahas soal itu," kata Pratikno di pematang sawah Dukuh Jetis, Ponorogo, Jawa Timur, Jumat, 6 Maret 2015. Pratikno menyangkal bila institusi Polri disebut membangkang dengan tidak mengikuti instruksi Presiden agar tidak memperkarakan pimpinan KPK.
Menurut Pratikno, saat ini yang dibutuhkan adalah pengawalan teknis pelaksanaan instruksi Presiden tersebut oleh Polri agar kriminalisasi terhadap KPK segera dihentikan. "Pokoknya Presiden komitmen setop kriminalisasi. Itu memang harus dikawal teknisnya." Pratikno tak merinci pengawalan teknis itu.
Kriminalisasi terhadap pemimpin dan penyidik KPK terjadi setelah komisi antikorupsi menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. Polisi menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto atas kasus dugaan pemberian keterangan palsu pada 2010. Sejumlah kalangan menilai hal itu sebagai serangan balik dari polisi.
Tak lama kemudian Ketua KPK Abraham Samad dijadikan tersangka dalam dua perkara, yakni pembuatan dokumen kependudukan palsu pada 2007 dan bertemu dengan pihak beperkara pada awal 2014. Dua Wakil Ketua KPK lain, Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja, juga diselidiki atas kejadian pada 2006 dan 2008.
Kriminalisasi pun melebar ke para pembela KPK. Sejumlah tokoh yang terang-terangan mendukung KPK diincar, antara lain mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Yunus Husein, dan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana. Polisi menuduh Denny Indrayana bertanggung jawab atas dugaan penyelewengan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dalam pembuatan paspor online senilai Rp 32 miliar.
REZA ADITYA