TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Centre for Budget Analysis Uchok Sky Khadafi mengatakan tak ada pilihan lain bagi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk berdamai dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sebab, untuk meloloskan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta 2015, Basuki harus meminta persetujuan dari DPRD.
"Sesuai aturannya, Ahok memang harus meminta persetujuan dari DPRD," kata Uchok ketika dihubungi Tempo, Kamis, 5 Maret 2015.
Menurut Uchok, jika nekat tak mau meminta persetujuan DPRD, anggaran DKI Jakarta bakal semakin kacau. Sebab, tuduhan awal Ahok tentang anggaran siluman bakal berubah menjadi APBD siluman. Dan, sesuai prosedur, anggaran yang diajukan Ahok menyalahi aturan. "Kalau ada apa-apa giliran Ahok yang akan disalahkan," ujarnya.
Karena itu, Uchok meminta Ahok bisa menahan diri untuk menemukan solusi anggaran DKI Jakarta. Jika berlarut-larut, DKI Jakarta tak bisa mencairkan anggaran 2015. Hasilnya, DKI Jakarta tetap akan menggunakan sisa anggaran 2014.
"Untuk belanja pegawai memang masih bisa diatasi (menggunakan sisa anggaran 2014), tapi untuk proyek 2015 tak ada anggarannya," kata Uchok.
Upaya mediasi antara DPRD dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Kementerian Dalam Negeri, Kamis, 5 Maret 2015, menemui jalan buntu. Salah satu peserta di ruangan itu menuturkan deadlock terjadi saat Gubernur Ahok mencoba mengklarifikasi soal pengadaan UPS kepada Wali Kota Jakarta Barat Anas Efendi. Setelah Anas berdiri, DPRD mulai ramai merespons tindakan Ahok dan meminta jajaran satuan kerja perangkat daerah untuk mengklarifikasi soal pengadaan anggaran-anggaran yang tak jelas.
Mediasi lantas jadi tak kondusif. Beberapa anggota Dewan pun terdengar melontarkan umpatan kasar di dalam ruangan. Ahok lalu meninggalkan ruangan.
INDRA WIJAYA