TEMPO.CO, Yogyakarta - Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X memimpin acara Pisowanan Ageng (silaturahmi besar) di komplek Pagelaran Keraton Yogyakarta, Sabtu petang, 7 Maret 2015. Tujuan acara ini adalah peluncuran logo baru Yogyakarta dan Jumenengan (ulang tahun naik tahta) Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X yang ke-26 tahun.
Menurut Sultan, logo baru itu bertujuan menegaskan kembali makna dan hakekat keistimewaan Yogya yang sudah dijamin Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012. "Sebab untuk mendapatkan pengakuan sebagai daerah keistimewaan proses perjuangannya panjang. Sudah dalam tiga tahun ini kita berada dalam zona nyaman keistimewaan, jangan sampai terlena," ujar Sultan membuka pidatonya.
Sultan menuturkan pisowanan ageng untuk menyambut logo baru 'Jogja Istimewa' tersebut dilakukan sebagai momentum gerakan kebudayaan yang hendak dicapai bersama. Penggunaan huruf kecil dari logo baru tersebut menyimbolkan semangat egaliter yang harus terwujud di seluruh lapisan warga tanpa kecuali. "Kesederajatan, persaudaraan, dan kesetiakawanan sosial antara keraton dan rakyat," ujar Sultan.
Sedangkan warna merah raja pada logo menyimbolkan keberanian seperti yang sudah dijalani dalam masa mengisi pra dan pasca kemerdekaan republik. Logo baru ini, katanya, menjadi semangat meneguhkan kesejahteraan rakyat dalam semangat kebangkitan kembali, rennaisance. Sultan pun berharap dengan status keistimewaan yang ditandai logo baru itu, semangat kebesaran peradaban Yogya-Mataram bisa bangkit kembali.
Ketua Tim Sebelas, tim yang dibentuk pemerintah DIY untuk menseleksi logo baru Yogyakarta, Herry Zudianto menuturkan peluncuran logo ini dilakukan melalui Pisowanan Ageng untuk membumikan makna status keistimewaan Yogya. "Biar makna keistimewaan itu tidak mengawang di langit-langit saja seperti sekarang," ujar Herry yang juga mantan Walikota Yogyakarta itu.
Pemberian status keistimewaan DIY, tahun lalu, dibarengi kucuran anggaran pusat sekitar Rp 500 miliar. Namun penggunaan dana keistimewaan itu dituding tidak tepat sasaran karena cenderung dipakai membiayai program-program kesenian usulan masyarakat saja, bukan mengarah ke pemberdayaan.
PRIBADI WICAKSONO