TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Tim 9 Buya Syafii Maarif mengeluhkan masih lemahnya desakan publik terhadap penghentian pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Meski demikian, menurut dia, semua anggota Tim 9, kecuali mantan Kepala Kepolisian RI, Sutanto, yang tidak aktif, tetap berusaha bergerak melawan pelumpuhan KPK dengan beragam cara.
"Kampus tiarap, para profesor tiarap, yang lain juga tiarap, ini kan repot. KPK sedang dimusuhi berbagai kekuatan," kata Syafii ketika menghadiri peresmian Gedung Pascasarjana-JK School of Government Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada Sabtu, 7 Maret 2015.
Karena itu, Syafii menyatakan menghargai konsistensi sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tetap getol menyuarakan dukungan ke KPK. Pada Ahad, 8 Maret 2015, gabungan aktivis akan menggelar aksi pemberian mandat kepada Tim 9. Syafii menilai pemberian mandat itu sebagai penghargaan moral.
Syafii mengatakan Tim 9 belum berencana kembali menemui Presiden Joko Widodo untuk memberikan rekomendasi tentang solusi penghentian pelemahan KPK. Khususnya ihwal kriminalisasi terhadap pemimpin nonaktif, penyidik, dan aktivis pendukung komisi antirasuah.
"Kalau tidak diminta, kami diam (tidak menemui Presiden)," katanya.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah tersebut mengingatkan, KPK merupakan salah satu lembaga pemberantas korupsi terbaik di dunia saat ini. Sedangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK merupakan bentukan pemerintah bersama DPR.
"Semestinya mereka (pemerintah dan DPR) menghargai produknya, tapi ini tak terjadi. Permainan kongkalikong ini," katanya.
Sementara itu, Rektor UMY Bambang Cipto mendesak agar segera ada keputusan politik yang tegas dari Presiden Joko Widodo untuk menghentikan kriminalisasi terhadap pemimpin nonaktif, penyidik, dan pendukung KPK.
Dia berpendapat berlanjutnya polemik akibat perseteruan KPK dengan Polri membingungkan publik. "Presiden harus memutuskan segera mengakhiri ini," katanya.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM