TEMPO.CO , Semarang - Kodam IV Diponegoro membantah kabar yang menyatakan seluruh anggota Kodim 0733 BS Semarang menonton bareng film Senyap pada 26 Februari lalu. Acara yang berlangsung di aula Markas Komando Distrik Militer Semarang bukan semata-mata menonton film tentang tragedi kemanusiaan 1965. Tapi, kegiatan tersebut bagian dari evaluasi keamanan wilayah.
Menurut Kepala Penerangan Kodam IV/Diponegoro, Letnan Kolonel Elpis Rudi, acara di Kodim 0733 BS Semarang hanya melakukan evaluasi situasi dan kondisi kewilayahan. "Yang dievaluasi termasuk pro dan kontra film Senyap. Tidak spesifik hanya nonton film Senyap," kata Elpis kepada Tempo di Semarang, Jumat, 6 Maret 2015.
Elpis menjelaskan, anggota TNI harus bisa mengetahui kenapa film Senyap mengundang polemik. Itulah sebabnya, kata Elpis, anggota militer harus bisa mempelajari situasi. Elpis mencontohkan jika tiba-tiba ada sekelompok masyarakat yang melakukan unjuk rasa untuk membubarkan acara menonton film Senyap. "Anggota TNI harus mengetahui apa isi film tersebut. Sebagai aparat harus mengetahui seluruh situasi," kata Elpis.
Elpis menambahkan kabar yang menyebut seluruh anggota Kodim 0733 BS Semarang menonton bareng film Senyap tidaklah benar. "Saya sudah kroscek. Dandim (Komandan Kodim Semarang) hanya memberikan pengarahan," kata Elpis. Apa saja isi pengarahanya, Elpis menyebut itu rahasia. "Itu internal kami,"
Acara nonton bareng Film Senyap diketahui publik dari situs milik Komdam Diponegoro, http//kodam4.mil.id, yang mengunggah foto-foto nobar di aula Kodim 0733 BS Semarang. Acara ini langsung dipimpin Komandan Kodim Letnan Kolonel Infanteri M. Taufiq Zega.
Film Senyap merupakan film dokumenter mengenai pembantaian massal pada 1965 di Sumatera Utara. Film ini bercerita mengenai keluarga Adi Rukun yang mendapatkan pengetahuan mengenai bagaimana kakaknya dibunuh dan siapa yang membunuhnya.
Sebagai adik bungsu, Adi bertekad untuk memecah belenggu kesenyapan dan ketakutan yang menyelimuti kehidupan para korban. Adi kemudian mendatangi mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan kakaknya.
Adi, sehari-harinya adalah tukang kacamata yang membantu orang lain melihat lebih jelas. Saat memakaikan kacamata ke para pasiennya itulah dia juga bertanya-tanya hal ihwal peristiwa PKI. Pekerjaan Adi sebagai tukang kaca mata keliling itu adalah nyata, tidak hanya setingan untuk film.
ROFIUDDIN