TEMPO.CO, New York - Sebuah studi mengungkap kelihaian Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) memanfaatkan media sosial Twitter. Ini kali pertama sebuah studi dilakukan untuk mengukur penggunaan media sosial oleh ISIS.
Studi merupakan kerja sama para ahli dengan Brookings Institution dan Google Ideas. Twitter justru tidak ikut serta dalam studi ini. "Para jihadis akan mengeksploitasi segala jenis teknologi demi keuntungan mereka," kata J.M. Berger, ahli ekstremisme daring yang memimpin studi tersebut, seperti dilaporkan New York Times, Kamis, 5 Maret 2015. ISIS mulai menggunakan jaringan media sosial untuk mempublikasikan eksekusi tahanan mereka sejak Juni tahun lalu.
Laporan studi setebal 92 halaman itu menyebut setidaknya 46 ribu hingga 70 ribu akun beroperasi atas nama ISIS. Jumlah itu didapat setelah peneliti melakukan pemisahan dan penyaringan untuk keperluan penyadapan. "Kami yakin jumlah yang benar adalah kisaran yang lebih rendah," ujarnya. Setiap akun rata-rata memiliki sekitar 1.000 follower (pengikut).
Meski Twitter telah mencoba menggagalkan ancaman, propaganda, dan rekruitmen ISIS dengan membekukan akun yang berkaitan dengan gerakan itu, nyatanya simpati masih berdatangan dari ribuan akun aktif. Akun-akun itu berupa kelompok fanatik yang mengirim pesan berulang-ulang dan tahu cara memaksimalkan dampaknya.
Studi itu menyebut Twitter membekukan setidaknya 1.000 akun pendukung ISIS pada September hingga Desember. Namun eksekutif Twitter mengklaim pihaknya membekukan 2000 Twitter setiap pekan. Gara-gara langkah tersebut, ISIS mengancam Twitter. Berger mengatakan ancaman terhadap Twitter mencerminkan bahwa ISIS semakin mengandalkan forum media sosial.
NEW YORK TIMES | ATMI PERTIWI