TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya meningkatkan status kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) atau alat penyimpan daya listrik pada Anggaran Pendapatan dan Belanja DKI 2014 dari penyelidikan ke penyidikan.
"Ya, sudah sidik, tapi belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka," kata Kepala Subdirektorat Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Ajun Komisaris Besar Adji Indra kepada Tempo, Ahad, 8 Maret 2015.
Adji menjelaskan penyidik masih fokus memeriksa para saksi dan dokumen terkait lelang pengadaan UPS. "Saksi tidak berhenti di 15 orang yang sudah dipanggil, tapi masih ada banyak saksi yang akan dimintai keterangan," ujarnya.
Menurut Adji, pejabat di lingkungan Pemerintah Kota dan Provinsi DKI juga akan dimintai keterangan terkait pengadaan UPS itu. "Pasti akan diperiksa untuk dimintakan keterangannya," kata dia. Soal kemungkinan penyidik akan memeriksa Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai saksi, Adji menjawab, "Ya bisa saja."
Sampai saat ini sebanyak 15 saksi telah menjalani pemeriksan. Lima belas saksi itu adalah sepuluh orang dari pihak sekolah yang menerima UPS; dua pejabat pembuat komitmen, yakni mantan Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Sudin Dikmen Jakarta Barat Alex Usman dan mantan Kepala Sudin Dikmen Jakarta Pusat Zaenal Soelaiman; serta tiga orang pejabat pemeriksa hasil pekerjaan (PPHP).
Sebelumnya, Ahok menduga ada penggelembungan harga UPS sebesar Rp 5,8 miliar per unit pada 2014. Menurut informasi yang diperolehnya, harga satu UPS dengan kapasitas 40 KVA (kilovolt ampere) hanya sekitar Rp 100 juta.
Ahok juga menduga ada dana "siluman" dalam APBD 2015. Dia menuding DPRD memotong sejumlah anggaran dari program unggulan pemerintah DKI sebesar 10-15 persen untuk dialihkan ke yang lainnya, seperti pembelian UPS. Total nilai dana siluman pada APBD dari draf DPRD DKI disebut mencapai Rp 12,1 triliun.
AFRILIA SURYANIS