TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Indriyanto Seno Adji tak masalah dengan sikap Mahkamah Agung yang akan menolak pengajuan peninjauan kembali (PK) dari lembaga antirasuah itu atas putusan praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Menurut dia, sikap MA sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana bahwa PK hanya bisa diajukan terpidana dan ahli warisnya.
Padahal Mabes Polri pernah mengajukan PK. Berdasarkan catatan Tempo, pada awal September 2014, MA mengabulkan PK atas putusan praperadilan yang meminta diteruskannya penyidikan dugaan penipuan dan penggelapan dengan korban warga Hong Kong.
Meski demikian, Indriyanto tak merasa MA tebang pilih dalam penanganan kasus. "Tidak ada diskriminasi dari MA karena PK itu berkaitan dengan substansi perkara, bukan terhadap putusan praperadilan," ujar Indriyanto melalui pesan pendek, Selasa, 10 Maret 2015.
Pelaksana tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi mengatakan pihaknya belum menentukan sikap atas penolakan MA ini. Menurut dia, hari ini akan ada rapat pimpinan untuk menentukan langkah selanjutnya.
"Ada pernyataan dari MA bahwa PK tidak bisa. Ini apa kita masih ngotot mau PK? Akan di-rapim-kan," kata Johan.
Pada pertengahan Februari lalu, hakim Sarpin Rizaldi memutuskan menerima permohonan praperadilan Budi Gunawan. Menurut Sarpin, penetapan Budi sebagai tersangka dugaan korupsi oleh KPK tidak sah.
Dengan putusan ini, karena tidak punya instrumen menghentikan penyidikan, KPK berencana melimpahkan kasus Budi ke Kejaksaan Agung. Pihak Kejaksaan berencana menyerahkan kasus itu ke Bareskrim Polri, yang sebelumnya menyelidiki kasus Budi dan menyimpulkan tidak ada unsur pidana.
Sejumlah kalangan, dari pegiat antikorupsi, mantan pemimpin KPK, hingga kalangan akademikus, mendesak agar KPK tidak buru-buru menyerahkan kasus Budi. Mereka meminta KPK mengajukan PK karena sudah ada yurisprudensi soal ini.
LINDA TRIANITA