TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan besaran subsidi untuk partai tak bisa dipukul rata. Besaran dana, kata JK, harus dihitung proporsional. "Saya kira harus dihitung berdasarkan jumlah kursi atau pemilih, bukan rata-rata," kata Kalla di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa, 10 Maret 2015.
Menurut Kalla, bila subsidi Rp 1 triliun diperoleh dari pembagian rasio penduduk dan jumlah pemilih, hal itu tidak apa-apa. Asalkan, kata dia, jumlah subsidinya tidak dipukul rata untuk semua partai. "Kalau semua partai dapat Rp 1 triliun, nanti semua orang bikin partai," katanya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mewacanakan dana penyelenggaraan partai sebesar Rp 1 triliun yang diambil dari anggaran pendapatan dan belanja negara. Mantan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan itu memperkirakan lewat cara ini potensi korupsi lewat kader partai dapat diminimalkan.
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menyatakan praktek dugaan korupsi tak bakal hilang meski pemerintah mensubsidi Rp 1 triliun per partai. "Karena bukan masalah kecukupan dana, tapi masalah penegakan hukum," kata dia saat dihubungi, Selasa, 10 Maret 2015.
Yunarto mencontohkan renumerasi birokrasi di lingkungan pegawai negeri sipil yang tidak memudarkan praktek korupsi di lembaga pemerintahan. Menurut Yunarto, seharusnya partai mendorong para anggotanya untuk mengumpulkan iuran sebagai pembiayaan mandiri partai.
Apalagi untuk partai besar yang kerap mengklaim jumlah anggotanya terdiri atas 10 juta orang, bahkan lebih. "Kalau per orang membayar iuran Rp 5.000 saja, per tahun bisa terkumpul sekitar Rp 250 miliar. Belum lagi iuran dari anggota DPR," ujar Yunarto.
Yunarto menyarankan partai membenahi sistem transparansi dan politik terlebih dahulu untuk meningkatkan kepercayaan publik. Bila kepercayaan publik sudah terbentuk, bisa saja pembiayaan partai dari APBN lebih besar. "Kondisi sekarang tidak masuk akal. Tingkat kepercayaan publik sangat rendah."
TIKA PRIMANDARI | DEWI SUCI RAHAYU