TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly memutuskan mengesahkan kepengurusan Partai Golkar yang diketuai Agung Laksono. Keputusan itu disebut Yasonna sebagai keputusan yang berat.
"Saya tidak menikmati keputusan ini," kata Yasonna di Kementerian Hukum dan HAM, Selasa, 10 Maret 2015.
Menurut Yasonna, dirinya berteman baik dengan pengurus Golkar kubu Agung maupun kubu Aburizal Bakrie. Dia menyebut Aziz Syamsuddin, Bambang Soesatyo, dan Idrus Marham dari kubu Aburizal adalah sahabat baiknya. Begitu pula dengan Agung Laksono dan Priyo Budi Santoso dari kubu satunya.
Walau begitu, kata Yasonna, keputusan itu harus dia ambil. "Sebagai Menteri Hukum dan HAM, saya tidak bisa membiarkan masalah ini menggelantung begitu saja," ujar Yasonna.
Yasonna menyatakan kesiapannya bila keputusan itu digugat pihak Aburizal Bakrie. Keputusan itu, kata dia, diambil berdasarkan Undang-Undang Partai Politik dan atas masukan tim ahli. "Setiap keputusan pasti ada risikonya," ucap Yasonna.
Yasonna memutuskan menerima amar putusan Mahkamah Partai Golkar Nomor 01/P1-GOLKAR/III/2015, Nomor 02/P1-GOLKAR/III/2015, dan Nomor 03/P1-GOLKAR/III/2015. Mahkamah partai mengabulkan untuk menerima kepengurusan DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol secara selektif di bawah kepemimpinan Agung Laksono.
Dualisme Golkar bermula dari kembali majunya Aburizal Bakrie sebagai ketua umum partai. Dalam musyawarah nasional (munas) yang berlangsung di Bali pada Desember lalu, Aburizal terpilih kembali sebagai ketua umum. Hasil ini diprotes sebagian kader yang kemudian membuat munas tandingan di Ancol. Agung Laksono terpilih sebagai ketua umum dalam munas tersebut.
Penyelesaian kisruh ini telah dibawa ke Kemenkumham, pengadilan negeri, hingga mahkamah partai. Mahkamah Golkar membacakan putusan sidang atas konflik dualisme kepengurusan partai pekan lalu di DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA