TEMPO.CO, Jakarta - Dukungan terhadap kebijakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tidak hanya datang dari warga Jakarta. Namun merata di 33 provinsi di Tanah Air. Hal ini tercermin dari hasil polling yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang dirilis di Jakarta, Selasa, 10 Maret 2015.
"Sebanyak 60,77 persen publik lebih mempercayai komitmen Gubernur Ahok dalam menjalankan pemerintahan bersih, daripada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang hanya meraup 22,65 persen dukungan," kata Ade Mulyana, peneliti LSI. Terlepas apakah DPRD atau Ahok yang benar, ujar Ade, publik punya penilaian sendiri.
Sebulan ini, konflik Ahok vs DPRD mencuat ke permukaan. DPRD menilai Ahok melakukan tindakan inkonstitusional karena mengajukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015 yang tidak ditandatangani pimpinan Dewan. Namun Gubernur Ahok melawan dan berargumen bahwa ia terpaksa melangkahi kewenangan DPRD karena masuknya proyek siluman senilai Rp 12,1 triliun yang diusulkan mafia anggaran saat pembahasan oleh Dewan. Praktek semacam itu selalu terjadi pada APBD tahun-tahun sebelumnya, ketika Ahok belum resmi menjadi Gubernur.
Survei yang dilakukan LSI pimpinan Denny Januar Achir berlangsung serentak di 33 provinsi pada 3-4 Maret 2015. Tim peneliti menemukan bahwa masyarakat Indonesia secara merata menaruh kepercayaan tinggi terhadap komitmen Ahok mewujudkan pemerintahan bersih di Jakarta. "Tentu kepercayaan penduduk Jakarta lebih tinggi dibanding yang tinggal di luar Jakarta," ujarnya.
Kaum perempuan serta warga lapisan menengah dan terpelajar menunjukkan kepercayaan tinggi kepada Ahok. Sedangkan jika dilihat dari latar belakang agama, baik Islam sebagai agama mayoritas maupun pemeluk agama lain, hanya 50 persen yang percaya bahwa Ahok memiliki komitmen kuat mewujudkan pemerintahan bersih.
Ade menyatakan poin lain yang meroketkan dukungan terhadap Ahok adalah keberaniannya menggunakan sistem belanja anggaran melalui e-budgeting. Upaya ini dinilai meminimalkan korupsi dan kebocoran anggaran. Hasilnya, sebanyak 78,30 persen mendukung sistem itu, sementara 15,40 persen publik tidak setuju dengan sistem tersebut.
Terkait dengan pengajuan hak angket Dewan untuk Ahok, sebesar 51,25 persen responden yang jadi sampel menyatakan bahwa hak angket untuk pemakzulan Ahok tidak diperlukan. Sedangkan hanya 35,30 persen publik yang mendukung hak angket. "Di sini diketahui bahwa publik menilai hak angket itu tidak dibutuhkan untuk menggulingkan Ahok," ujar Ade.
Dukungan partai Koalisi Indonesia Hebat (KIH) menggulirkan hak angket dianggap publik tidak tepat. Sebanyak 61 persen masyarakat menyayangkan sikap itu. Padahal, sebagai partai penyokong, seharusnya mereka mendukung pemerintahan dan kebijakan Ahok.
Meskipun demikian, publik berharap Ahok mampu memperbaiki komunikasi politiknya agar terus mendapatkan dukungan partai dan menghindari konflik dengan berbagai pihak, tanpa perlu berkompromi soal korupsi. Publik memberikan kredit hingga 54,25 persen agar Ahok memperbaiki sikapnya. Hanya 32,75 persen yang menyatakan Ahok tidak perlu memperbaiki komunikasi politiknya.
JAYADI SUPRIADIN