TEMPO.CO, Ternate: Dewan Pimpinan Daerah Golkar Maluku Utara memilih untuk tidak mengakui kepengurusan Golkar Agung Laksono. Langkah ini dilakukan lantaran perselisihan kepengurusan Golkar masih belum memiliki kekuatan hukum.
Sekretaris Golkar Maluku Utara Kaimudin Hamza mengatakan sikap mereka akan tetap mengakui hasil munas Golkar di Bali atau Golkar Aburizal Bakrie. Golkar Maluku Utara menganggap perselisihan ini masih belum selesai. Jadi kami masih akan menunggu keputusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap,” kata Kaimudin kepada Tempo, Selasa, 10 Maret 2015.
Menurut Kaimudin, keputusan Menteri Hukum dan HAM yang mengesahkan kepengurusan Golkar Munas Ancol atau Golkar Agung Laksono merupakan bentuk kesalahan. Kaimudin menganggap keputusan tersebut belum bisa menyelesaikan konflik.
Kaimudin mengatakan jika dilihat dari aspek legitimasi, sesungguhnya Munas Golkar Bali adalah yang paling sah. Sebab, seluruh pengurus daerah hadir di munas tersebut. Selain itu, peserta munas juga memiliki mandat yang sah dari daerah masing-masing.
“Jadi keputusan Menkumham bagi kami itu tidak fair. Apalagi keputusan mahkamah partai banyak keganjilan. Oleh sebab itu kami tetap akan mengakui Golkar hasil munas Bali, apa pun konsekuensinya,” ujar Kaimudin.
Sebelumnya Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly memutuskan mengesahkan kepengurusan Golkar yang diketuai Agung Laksono. Keputusan itu diambil berdasarkan amar putusan Mahkamah Partai Golkar yang mengabulkan untuk menerima kepengurusan DPP Golkar hasil munas di Ancol secara selektif di bawah kepemimpinan Agung Laksono.
Dualisme Golkar bermula dari kembali majunya Aburizal Bakrie sebagai ketua umum partai. Dalam munas yang berlangsung di Bali pada Desember lalu, Aburizal terpilih kembali sebagai ketua umum. Hasil ini diprotes sebagian kader yang kemudian membuat munas tandingan di Ancol. Agung Laksono terpilih sebagai ketua umum dalam munas tersebut.
Penyelesaian kisruh ini telah dibawa ke Kementerian Hukum dan HAM, pengadilan negeri, hingga mahkamah partai. Mahkamah membacakan putusan sidang atas konflik dualisme kepengurusan partai pekan lalu di DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat.
Dua hakim mahkamah, Andi Mattalata dan Djasri Marin, dengan tegas memenangkan kubu Agung Laksono. Sementara Muladi dan Natabaya memilih tak bersikap. Kedua kubu pun segera melapor ke Kementerian Hukum dan HAM untuk mengesahkan kepengurusan.
BUDHY NURGIANTO