TEMPO.CO, Yogyakarta - Duta Besar Filipina optimistis pengajuan Peninjauan Kembali atau PK terpidana mati kasus narkotik dan obat terlarang, Mary Jane Fiesta Veloso, 30 tahun, akan diterima oleh Mahkamah Agung. Pengacara Mary Jane yang ditunjuk oleh Kedutaan Besar Filipina, Rudyantho, menyatakan telah bertemu dengan Duta Besar Filipina, Maria Lumen B. Isleta, di Jakarta pada Jumat pekan lalu.
Waktu itu Rudyantho bersama anggota tim pengacara lainnya menyampaikan fakta tentang sejumlah kejanggalan dalam proses pemeriksaan Mary Jane. Di Jakarta mereka berbicara setidaknya selama satu jam. "Duta Besar Filipina sangat percaya diri bahwa PK akan diterima," kata Rudyantho ketika dihubungi Tempo, Selasa, 10 Maret 2015.
Ia menyatakan Dubes Filipina dan tim pengacara berharap ada keadilan untuk Mary Jane. Tim pengacara punya keyakinan PK akan diterima bila melihat kejanggalan selama proses hukum kliennya berlangsung. "Dunia menyorot Indonesia. Kami berharap ada keadilan," kata Rudyantho.
Rudyantho dan tim pengacara Mary Jane terus memantau proses hukum kliennya. Ia telah mengecek berita acara tentang novum atau bukti baru dan proses persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Sleman pada Rabu, 4 Maret. Dia mendatangi kantor Mahkamah Agung pada Senin, 9 Maret untuk memastikan berita acara itu sudah sampai atau belum. Hasilnya berita acara itu belum sampai Jakarta atau belum terdaftar di Mahkamah Agung.
Tim pengacara Mary Jane menunjukkan sejumlah bukti kejanggalan prosedur itu. Penerjemah bahasa Filipina pada hari penangkapan Mary Jane atau pada 25 April 2010 langsung disediakan oleh polisi. Padahal, hari itu adalah hari Minggu, bukan hari kerja.
Pengacara juga telah menunjukkan bukti surat tugas untuk Nuraini, penerjemah yang mengambil program studi S1 Sastra Inggris Sekolah Tinggi Bahasa Asing LIA Yogyakarta. Surat yang ditandatangani pimpinan STBA LIA, J. Bismoko, itu tertanggal 25 April 2010. Karena belum lulus, penerjemah ini oleh pengacara Mary Jane dianggap tak kompeten.
Mary Jane tak bisa berbahasa Inggris dengan baik. Dia hanya bisa berbahasa Tagalog sehingga memerlukan penerjemah ketika pemeriksaan maupun dalam persidangan. Penerjemah yang tak kompeten itu, menurut tim pengacara, berdampak karena mempengaruhi hasil persidangan. Penjagaan terhadap Mary Jane di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan Yogyakarta kini sangat ketat. Tak sembarang orang bisa membesuk Mary Jane.
Andreas Sony Wicaksono, orang yang biasa menyampaikan duit titipan keluarga Mary Jane, berharap pengajuan PK Mary Jane diterima Mahkamah Agung. Bila Mary Jane benar-benar terbukti bersalah, Andreas berharap Mary Jane tidak dieksekusi."Semoga masih ada harapan untuk Mary Jane. Saya berharap yang terbaik," kata Andreas.
Mary Jane, terpidana mati ditangkap atas tuduhan membawa heroin seberat 2,6 kilogram di Bandar Udara Adisucipto, Yogyakarta, pada 25 April 2010. Mary Jane memakai penerbangan pesawat Air Asia dari Kuala Lumpur ke Yogyakarta. Ibu dua anak ini bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Ia adalah penduduk Esguerra, Talavera Nueva Ecija, Bulacan, Filipina.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhi Purdjiatno menyatakan eksekusi sepuluh terpidana mati di Nusakambangan kemungkinan dilaksanakan pekan ini. Menurut dia, eksekusi ditunda sementara karena menunggu putusan Mahkamah Agung mengenai upaya PK yang dilakukan terpidana mati Mary Jane.
SHINTA MAHARANI