TEMPO.CO, Yogyakarta - Pejabat Kementerian Dalam Negeri baru tahu tanah kas desa di Daerah Istimewa Yogyakarta bukan aset pemerintah desa, melainkan milik Keraton Yogyakarta dan Puro Pakualaman yang dikenal dengan istilah Sultan Ground dan Pakualaman Ground.
“Rupanya di DIY ada kekhususan,” ujar Kepala Sub-Direktorat Fasilitas Pengelolaan Keuangan dan Aset Desa Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Dalam Negeri Firman Gana Senapi.
Firman berbicara dalam acara Sosialisasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa di Ruang Unit 8 kompleks Kepatihan Yogyakarta, Rabu, 11 Maret 2015.
Padahal, berdasarkan undang-undang itu, tanah kas desa bisa dijual untuk kepentingan umum. “Kalau ada izin gubernur, ya, silakan,” kata Firman. Gubernur yang dia maksud adalah Sultan Hamengku Buwono X, yang juga Raja Keraton Yogyakarta.
Masalah lain, dalam UU Desa diatur bahwa tanah kas desa merupakan aset desa yang harus dilengkapi dengan sertifikat hak milik. Sertifikat tersebut harus atas nama desa. “Apabila tidak ada dokumen sertifikat kepemilikan, tanah kas desa tersebut hanya berstatus hak pakai,” katanya.
Menurut dia, sertifikat hak milik itu memungkinkan desa mendapat ganti rugi tanah apabila tanah tersebut digunakan untuk pembangunan atas nama kepentingan umum. Untuk menyelesaikan masalah itu, Firman punya cara gampang. “Yang tidak ada dalam peraturan menteri dalam negeri, silakan diatur dalam peraturan gubernur,” ujarnya.
Perangkat desa dari Desa Wonokromo, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, menyampaikan masalahnya. Pada 1983, tanah kas desa di sana dipergunakan untuk membangun sekolah. Persoalannya, Bupati Bantul pada masa itu tidak menerbitkan surat yang mengharuskan tanah kas desa mempunyai sertifikat. “Dan tidak ada ganti rugi tanah hingga saat ini. Bagaimana kami mengurusnya?” katanya dalam forum.
PITO AGUSTIN RUDIANA