TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Yudisial siap memperkarakan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali jika terbukti menyampaikan penolakan upaya peninjauan kembali di depan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam pertemuan Jumat lalu. Hatta tak hanya terancam sanksi etik, tetapi juga pidana karena hakim tak boleh menolak pengajuan perkara.
Hakim hanya boleh berkomentar soal substansi suatu perkara melalui putusan, bukan kepada media atau masyarakat secara langsung. "Saya tak percaya Hatta Ali mengatakan itu. Tapi, kalau benar, dia kena etik dan pidana," kata Ketua Komisi Yudisial Bidang Rekrutmen Hakim Taufiqurrahman Syahuri saat dihubungi, Selasa, 10 Maret 2015.
Sesuai dengan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kuasa Kehakiman, seorang hakim tak boleh menolak pengajuan perkara dengan alasan apa pun, termasuk tak adanya dasar hukum, belum ada aturan, atau tak jelasnya aturan. Taufiqurrahman mengatakan seharusnya hakim tak usah menjawab kalau disuruh menjawab pertanyaan soal PK KPK.
Taufiqurrahman menyatakan hakim seharusnya membiarkan saja setiap orang atau lembaga yang akan mengajukan gugatan serta perkara. Hatta semestinya tidak perlu menolak dan mengomentari terhadap rencana pengajuan upaya PK. Keputusan dan posisi hakim terhadap perkara tersebut lebih baik diberikan melalui putusan atau penetapan.
Taufiqurrahman menyatakan KPK sebenarnya tak perlu bertanya kepada MA untuk mengajukan PK putusan praperadilan penetapan tersangka Komisaris Jenderal Budi Gunawan. KPK lebih baik langsung saja mengajukan dan menyerahkan ke MA serta menunggu sikap hakim agung terhadap putusan hakim Sarpin Rizaldi. "Tiru saja Budi Gunawan. Dia langsung ajukan praperadilan meski penetapan tersangka tak diatur dalam KUHAP. Ternyata dikabulkan," katanya.
Menurut dia, seorang hakim dilindungi undang-undang untuk menerima, memeriksa, dan memutuskan suatu perkara yang diajukan. Meski tak ada dasar hukum, hakim tetap memiliki independensi untuk melakukan pemeriksaan. Vonis hakim akan bersifat final dan baik jika memang tak ada unsur pelanggaran dalam pengambilan putusan.
FRANSISCO ROSARIANS