TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla terkejut saat dimintai tanggapan ihwal dana tiap partai politik dari APBN senilai Rp 1 triliun per partai per tahun yang diusulkan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
"Wuih...," kata Kalla sembari mengernyitkan dahinya di kantor Wakil Presiden, Senin 9 Maret 2015. "Tapi kami belum membahasnya," kata dia.
Untuk Menekan Korupsi
Menurut Menteri Tjahjo, kurangnya dana partai menjadi penyebab pejabat negara (dari partai) melakukan korupsi. Sebab, selama ini kader partai harus menggunakan dana pribadi untuk berkampanye dan saat mencalonkan diri dalam pemilu.
"Ternyata akar permasalahannya ada di pembiayaan dan pendananan kampanye yang terlalu jorjoran," kata dia, Selasa, 10 Maret 2015. "Partai perlu pendanaan pemerintah, agar tak ada kebebasan kader cari obyek proyek pendanaan partai."
Baca Juga:
Partai Butuh Dana Berapa?
Dana pengelolaan partai tentu beragam. Semakin besar dan banyak cabangnya, semakin besar pula biayanya.
Menurut Tjahjo, partainya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, mempunyai anggaran Rp 2 miliar per tahun. "Dana itu untuk menghidupi seluruh partai hingga daerah-daerah," kata mantan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan ini.
Subsidi APBN
Partai politik sebetulnya selama ini sudah mendapat dana subsidi dari pemerintah. Undang-Undang No.2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik menetapkan bahwa partai mendapat dana Rp 108 per suara perolehannya.
Berarti, misalkan, PDI Perjuangan, yang pada Pemilihan Umum 2014 memperoleh sekitar 23,7 juta suara, akan mendapat dana sebesar Rp 2,5 miliar lebih.
Mengakali APBN dan APBD
Masalahnya dana subsisi APBN itu dianggap tidak mencukupi, sehingga partai menyiasati APBN dan APBD.
Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan pada 2011 menunjukkan putaran dana partai selama 2007-2010 mencapai Rp 300 triliun. "Sebagian besar didesain dari proyek anggaran negara," kata anggota BPK, Rizal Djalil, pada November 2011.
BPK juga menemukan beberapa provinsi dan kabupaten yang mengucurkan anggaran belanja daerah untuk dana partai politik. Alokasi dana itu dirancang dalam bentuk mata anggaran hibah dan bantuan sosial. "Dana ini masuk kas orang-orang partai politik," kata Rizal.
Dapatkah Partai Dipercaya?
Perkara dana partai Rp 1 triliun ini masih kontroversial. Para pengritik umumnya masih meragukan partai politik pantas dipercaya untuk menerima dana itu. "Ini bisa menyedot anggaran publik, malah terjadi pemborosan anggaran," kata Roy Salam, peneliti Indonesia Budget Center, Senin, 9 Maret 2015.
Menurut Roy, subsidi dari pemerintah selama ini saja tidak bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya oleh partai. Jika duit Rp 1 triliun tersebut diberikan, ada peluang terjadinya penyalahgunaan dana oleh pengurus partai. "Tidak ada jaminan dana tersebut tepat sasaran, karena selama ini pengelolaan dana parpol tak terbuka," kata dia.
K | MUHAMMAD MUHYIDDIN | INDRA WIJAYA | INDRA WIJAYA