TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Universitas Gadjah Mada A. Tony Prasetiantono mengatakan pelemahan rupiah saat ini bukan semata disebabkan faktor ekonomi. Ia menganggap pelemahan rupiah juga disebabkan oleh kekecewaan pasar terhadap Presiden Joko Widodo.
“Kita semua kan berharap Pak Jokowi bisa mengambil keputusan yang cepat ya, tapi maaf, ternyata kurang,” kata Tony di Jakarta, Rabu, 11 Maret 2015.
Padahal, menurut Tony, masyarakat punya ekspektasi yang tinggi terhadap Jokowi. Salah satu yang membuat Jokowi dicap tidak bisa mengambil keputusan yang cepat adalah kisruh Komisi Pemberantasan Korupsi vs Kepolisian RI. “Masyarakat melihat ada something else yang memuat Jokowi lama dalam mengambil keputusan,” ujar dia.
Tony menekankan pelemahan rupiah tak bleh dibiarkan terus menerus karena akan menimbulkan kepanikan. Kepanikan ini bisa jadi hanya timbul di Indonesia karena punya pengalaman yang sama pada 1998 dan 2008. Meskipun pelemahan rupiah pada tahun ini berbeda pada tahun-tahun tersebut, Tony menilai wajar saja jika masyarakat punya trauma.
Menurut dia, pelemahan rupiah tahun ini disebabkan oleh membaiknya ekonomi Amerika Serikat. Sedangkan pada 1998 adalah karena gejolak politik yang luar biasa karena ingin menjatuhkan rezim yang tengah berkuasa.
Tony menambahkan, saat ini kondisi fundamental ekonomi Indonesia masih dalam kondisi baik. Karena itu, Tony optimistis asumsi makro yang dibuat pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2015 tak akan meleset. Salah satunya adalah asumsi nilai tukar yang dipatok Rp 12.500 per dolar AS. Angka itu adalah angka rata-rata sepanjang 2015. “Masih ada sembilan bulan lagi, dont worry be happy,” kata Tony.
TRI ARTINING PUTRI