TEMPO.CO, Batu - Pemerintah Provinsi Jawa Timur mendorong petani memproduksi beras, bukan hanya sekadar menjual gabah kering panen atau gabah kering giling. Untuk itu, pemerintah menyalurkan bantuan dana plesterisasi untuk tempat menjemur gabah.
"Lahan menjemur gabah terbatas. Plesterisasi disalurkan melalui kelompok tani," kata Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullan Yusuf dalam konferensi masyarakat sipil di Batu, Rabu, 11 Maret 2015.
Baca Juga:
Pemerintah juga menyalurkan bantuan traktor tangan, bibit atau benih padi, dan mesin produksi pupuk granul. Teknologi pascapanen disiapkan agar petani memiliki posisi tawar. Meski harga beras melonjak drastis sampai Rp 11 ribu per kilogram, petani tak diuntungkan. Petani menjual gabah kering panen sebesar Rp 4.500 per kilogram. "Petani harus menang. Petani harus memiliki posisi tawar yang tinggi," ucapnya.
Waduk dan saluran irigasi dibangun melalui dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Selain itu, laju alih fungsi lahan pertanian harus dihentikan. Sebab, setiap tahun, sekitar 2.000 hektare lahan pertanian beralih fungsi menjadi permukiman dan industri. "Tanah subur berubah menjadi permukiman merata terjadi setiap tahun."
Pemerintah Provinsi Jawa Timur sedang menganalisis penyebab kenaikan harga beras. Namun selama ini belum ditemukan indikasi penimbunan besar-besaran. Diduga, harga beras naik karena kekurangan pasokan. Setelah Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik menggelar operasi pasar, harga beras berangsur turun.
"Hanya beras premium yang belum dipenuhi," tuturnya. Namun Syaifullah optimistis Jawa Timur bisa menurunkan harga beras premium. Swasembada pangan juga bakal terpenuhi. Sepanjang 2014, produksi padi Jawa Timur sebesar 12,3 juta ton gabah kering giling atau naik 2,9 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan 2013 produksi gabah kering giling sebesar 12,04 juta ton.
EKO WIDIANTO