TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menginginkan kedua kubu Golkar segera berdamai. Golkar sedang mengalami dualisme kepemimpinan, yakni versi Munas Bali Aburizal Bakrie dan Munas Ancol Agung Laksono.
"Saya inginnya (kedua pihak) cepat islah," kata JK seusai membuka acara Musyawarah Nasional Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia di kantor pusat Perusahaan Listrik Negara di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Kamis, 12 Maret 2015.
Setelah Kementerian Hukum dan HAM mengesahkan kubu Agung Laksono sebagai Golkar yang sah, pendukung Aburizal Bakrie tak terima. Mereka melaporkan Agung ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.
Kubu Aburizal melaporkan 133 pemalsuan mandat di Musyawarah Nasional Ancol. Pemalsuan antara lain berupa tanda tangan, kop surat, dan beberapa stempel.
Selain itu, sejumlah pengurus daerah Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie meminta anggota Fraksi Golkar di Dewan Perwakilan Rakyat menggunakan hak angket. Mereka didorong mempertanyakan keputusan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang mengakui kepengurusan Agung Laksono dalam kisruh Partai Golkar.
JK menampik kalau pengesahan Kementerian Hukum justru menimbulkan konflik Golkar dan menghambat islah. Menurut JK, pelaporan ke Bareskrim Mabes Polri bukanlah pertanda ada konflik di Golkar.
"Itu bukan konflik, hanya melaporkan," kata dia. Mantan Ketua Umum Golkar ini juga ingin agar semua pihak menghormati proses hukum. "Meski pastilah ada yang masih ingin mempertahankan posisinya," kata JK.
JK juga setuju dengan adanya wacana hak angket Dewan untuk menanyakan keputusan Yasonna mengesahkan Golkar kubu Agung. "Boleh saja. Hak angket kan hak untuk menyelidiki," kata dia.
MUHAMMAD MUHYIDDIN | SINGGIH TONCE