TEMPO.CO, Jakarta - Pelemahan rupiah belakangan ini disebut sebagai dampak penguatan dolar dan ekonomi Amerika Serikat. Penguatan ini tak hanya berdampak terhadap rupiah, tapi juga mata uang lain. Ihwal hubungan faktor non-ekonomi dengan pelemahan rupiah, Ekonom Bank OCBC, Wellian Wiranto, mengibaratkan Presiden Joko Widodo sebagai bintang rock yang albumnya tak selalu enak didengar.
"Sekarang mungkin lagunya lagi enggak enak," kata Wellian saat berdiskusi dengan wartawan di Jakarta, Rabu, 12 Maret 2015.
Wellian mengungkapkan, perumpamaan ini mengacu pada hasil Pemilihan Presiden 2014, yang dimenangkan Jokowi. Para pendukung Jokowi yang sangat banyak kala itu memiliki ekspektasi yang sangat tinggi terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Karena itu, setelah Jokowi terpilih, para pendukung, termasuk pasar, berharap Jokowi bisa menyelesaikan semua masalah dengan cepat. Namun harapan ini belum terpenuhi, sehingga berpengaruh terhadap pelaku pasar.
“Inilah kemudian yang menjadi pengaruh domestik terhadap pelemahan rupiah. Tapi kalau secara agregat kebijakannya masih oke,” ujar Wellian.
Ekonom dari Universitas Gadjah Mada, A. Tony Prasetiantono, sebelumnya mengatakan pelemahan rupiah saat ini bukan semata disebabkan oleh faktor ekonomi. Ia menganggap pelemahan juga disebabkan oleh kekecewaan pasar terhadap Presiden Joko Widodo.
Baca Juga:
“Kita semua kan berharap Pak Jokowi bisa mengambil keputusan yang cepat ya, tapi maaf, ternyata kurang,” kata Tony. Padahal, menurut Tony, masyarakat memiliki harapan yang besar terhadap Jokowi.
Salah satu kejadian yang membuat Jokowi dicap bukan pengambil keputusan yang cepat adalah konflik Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Kepolisian RI. “Masyarakat melihat ada something else yang membuat Jokowi lama dalam mengambil keputusan,” ujar Tony.
TRI ARTINING PUTRI