TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia memprediksi neraca perdagangan Februari surplus sekitar US$ 500 juta. Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan surplus tersebut disebabkan oleh naiknya pendapatan ekspor.
"Ada beberapa komoditas manufaktur naik dan perbaikan harga barang komoditas seperti minyak sawit (CPO), impor juga masih turun,” kata Perry seusai mengikuti rapat koordinasi di Kementerian Keuangan, Kamis, 12 Maret 2015.
Presdiksi tersebut lebih rendah dari surplus neraca perdagangan Januari 2015 yang mencapai US$ 709,3 juta. Angka surplus Januari jauh meningkat dibandingkan dengan neraca perdagangan Desember 2014 yang hanya surplus US$ 190 juta.
Surplus didapat karena nilai ekspor lebih tinggi dari nilai impor. Ekspor menembus angka US$ 13,3 miliar, sedangkan impor US$ 12,59 miliar. "Impor masih tertekan karena belanja infrastruktur belum dilakukan," ujar Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin bulan lalu.
Tingkat ekspor Januari 2015 turun 8,09 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Sedangkan impor turun 15,59 persen. Secara komposisi, neraca migas defisit US$ 38,4 juta, pertanian defisit US$ 209,8 juta, dan industri defisit US$ 633,7 juta. Sedangkan sektor tambang nonmigas menyumbang surplus US$ 1,595 miliar.
Ekonom The Development Bank of Singapore Gundy Cahyadi mengatakan surplus surplus neraca perdagangan pada Januari lalu tak bisa jadi acuan meningkatnya kinerja eskpor. "Surplusnya tak berkualitas," kata dia. Musababnya, surplus tersebut merupakan hasil dari minimnya impor karena belum dimulainya belanja infrastruktur.
TRI ARTINING PUTRI