TEMPO.CO, Malang - Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Kabupaten Malang Rendra Kresna menyatakan mematuhi apa pun keputusan hukum mengenai dualisme kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar.
Menurut Bupati Malang itu, konflik antara kubu Ketua Umum Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional Bali (30 November sampai 3 Desember 2014), Aburizal Bakrie; dan Ketua Umum Partai Golkar versi Musyawarah Nasional Jakarta, Agung Laksono, bukanlah persoalan menang-kalah dalam gugatan, melainkan hanya dinamika politik internal Golkar.
Secara tersirat, kata Rendra, Golkar Kabupaten Malang tidak menerima dan juga tidak menolak pengumuman surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna H. Laoly pada Selasa kemarin, yang menetapkan kubu Agung Laksono sebagai pengurus DPP Partai Golkar yang sah. Namun, dengan diplomatis, Rendra menyatakan siapa pun yang memimpin DPP Partai Golkar memang harus dikuatkan dengan keputusan Menteri Hukum dan HAM.
"Ketika itu sudah ada, maka saya kira sudah sewajarnya pengurus DPD tingkat I (provinsi) dan II (kabupaten/kota) akan mengikuti. Kami di daerah sifatnya hanya mengikuti, tidak masalah siapa pun diputuskan Menteri Hukum dan HAM," kata Rendra, Sabtu, 14 Maret 2015.
Ia mengatakan, masalahnya sekarang, kubu Aburizal Bakrie menggugat keputusan Menteri Hukum dan HAM tersebut. Bahkan mereka melaporkan dugaan pemalsuan surat mandat dalam Musyawarah Nasional Partai Golkar di Jakarta yang dihelat di Hotel Mercure, Ancol, 6-8 Desember 2014. "Jadi masalahnya kan belum final. Kami tetap menunggu perkembangan selanjutnya," ujar bekas Wakil Bupati Malang itu.
Rendra optimistis masalah dualisme kepengurusan DPP Partai Golkar tidak akan mempengaruhi posisinya sebagai calon inkumben pemilihan Bupati Malang periode 2015-2020. Ia merasa tetap berpeluang mendapat restu dari DPP Partai Golkar mana pun.
ABDI PURMONO