TEMPO.CO , Jakarta: Sengketa kepengurusan Partai Golkar belum menemui kata final. Pengesahan atas legalitas Partai Golkar pimpinan Agung Laksono yang diputuskan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dianggap belum memenuhi rasa keadilan bagi kubu Aburizal Bakrie.
Konflik pada tubuh Golkar semakin memanas setelah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly pekan lalu mengesahkan kepengurusan kubu Agung Laksono. Tak terima, kubu Aburizal Bakrie melaporkan Agung Laksono dan kawan-kawan ke Bareskrim atas sangkaan pemalsuan surat mandat yang dibawa dari daerah ke Musyawarah Nasional Ancol.
Menteri Hukum Yasonna mengambil keputusan tersebut berdasarkan keputusan Mahkamah Partai Golkar. Mahkamah Partai menerima kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar hasil Munas Ancol dengan ketua Agung Laksono berdasarkan pertimbangan dua hakim Mahkamah Partai, yaitu Djasri Marin dan Andi Matalatta. Sedangkan hakim Muladi dan Natabaya memilih tak bersikap.
Penyelesaian lewat jalur pengadilan tampaknya menjadi pilihan terakhir yang harus ditempuh partai-partai lain yang tengah dilanda konflik kepengurusan. Hal yang sama dilakukan Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Djan Farid dan M. Romahurmuziy.
Konflik Golkar dan PPP ini memiliki latar belakang dan jalan penyelesaian yang berbeda. Berikut perbandingannya:
Partai Persatuan Pembangunan
1. Konflik bermula dari sikap Ketua Umum Suryadharma Ali yang dianggap tidak menjalankan rekomendasi Musyawarah Kerja Nasional terkait nama-nama bursa calon presiden. Status tersangka, yang diberikan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Suryadharma beberapa pekan setelahnya, juga ikut memicu polemik dua kubu.
2. Permohonan pengesahan legalitas partai yang diajukan kubu Romahurmuziy langsung disetujui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia lantaran undang-undang mewajibkan menteri menindaklanjuti permohonan tersebut paling lambat satu pekan setelah muktamar. Tak ada keberatan yang diajukan kubu Suryadharma selama proses pengesahan.
3. Kedua kubu enggan menempuh penyelesaian lewat mekanisme Mahkamah Partai dan mendorong penyelesaian lewat meja hijau. Pengadilan Tata Usaha Negara mengabulkan permohonan yang diajukan kubu Djan Farid untuk menunda penetapan legalitas partai kubu Romahurmuziy. Kubu Romahurmuziy mengajukan banding atas putusan tersebut.
Partai Golkar
1. Perpecahan berawal dari sikap panitia pelaksana, para pendukung Ketua Umum Aburizal Bakrie, yang memaksakan jadwal musyawarah nasional di Bali dalam rapat pleno. Penetapan jadwal itu diprotes kubu Agung Laksono lantaran dianggap tidak demokratis. Kubu Agung lalu membentuk Presidium Penyelamat Partai dan memecat Aburizal.
2. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengaku tak bisa memproses permohonan legalitas partai yang diajukan kepengurusan hasil Munas Bali yang kembali memenangkan Aburizal sebagai ketua umum. Sebab, permohonan serupa diajukan kubu Agung Laksono yang menyelenggarakan Munas di Ancol dalam waktu satu pekan setelah Munas Bali.
3. Pengadilan Tata Usaha Negara menolak memutus objek sengketa dan menyerahkan penyelesaian konflik lewat Mahkamah Partai. Dua dari empat hakim mengakui legalitas kubu Agung, sedangkan sisanya tidak bersikap. Kubu Aburizal kembali melakukan aksi protes.
RIKY FERDIANTO