TEMPO.CO, Situbondo - Kuasa hukum nenek Asyani, Supriyono, memprotes langkah Bupati Situbondo Dadang Wigiarto yang menjamin penangguhan penahanan kliennya. Sebab, pengacara Asyani tidak dilibatkan dalam proses tersebut.
"Itu namanya nyelonong," kata Supriyono setelah sidang putusan sela kasus pencurian kayu jati dengan terdakwa Asyani diskors di Pengadilan Negeri Situbondo, Jawa Timur, Senin, 16 Maret 2015.
Menurut Dadang, dia menjamin pengajuan penangguhan penahanan itu setelah kasus Nenek Asyani ramai diberitakan media massa. "Saya hanya ingin iklim investasi tidak terganggu," kata Dadang kepada wartawan.
Dadang mengatakan menghadirkan notaris Lukman Hakim Gusti ke Rumah Tahanan Situbondo, Sabtu, 14 Maret 2015. Notaris Lukman yang melegalisasi surat permohonan penangguhan penahanan karena Nenek Asyani tidak bisa baca-tulis. Saat mengajukan permohonannya di sidang, Asyani berkata, "Saya ingin bebas."
Setelah menerima surat penangguhan penahanan dari Nenek Asyani, ketua majelis hakim menunda sidang selama 20 menit. "Sidang saya skors dulu untuk memberi kesempatan majelis hakim berunding," kata I Kadek.
Nenek Asyani adalah tukang pijat asal Dusun Kristal, Desa, Jatibanteng, Kecamatan Jatibanteng. Asyani didakwa mencuri 38 papan kayu jati dari kawasan hutan produksi pada 7 Juli 2014. Padahal, menurut Asyani, papan kayu itu berasal dari pohon yang ditebang di lahannya sendiri.
Selama lima tahun, kayu-kayu itu disimpan di rumah Asyani. Pada Juli 2014, Asyani hendak membuat dipan. Asyani pun meminta menantunya, Ruslan, menyewa mobil milik Abdus Salam dan membawa kayu-kayu itu ke Sucipto, tukang kayu. Tapi nahas, pada 7 Juli 2014, polisi hutan menyita kayu tersebut karena dianggap barang curian dari hutan produksi.
Asyani, nenek empat anak, dipenjara sejak 15 Desember 2014. Asyani dijerat Pasal 12 juncto Pasal 83 ayat 1 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Dia terancam hukuman 5 tahun penjara.
IKA NINGTYAS