TEMPO.CO, Surabaya - Dinas Kebersihan dan Pertamanan Surabaya memiliki superdepo sampah di Sutorejo dan Wonorejo. Superdepo di Sutorejo digunakan untuk memilah sampah, sedangkan di Wonorejo untuk pengkomposan. Sebagian besar sampah diangkut dari sejumlah pasar di Surabaya.
"Jadi, habis dari Sutorejo, (sampah) dari pasar dibawa ke Wonorejo," kata Kepala Dinas Pertamanan Kota Surabaya Chalid Buhari kepada wartawan, Senin, 16 Maret 2015.
Selama dua tahun ini, Pemerintah Kota Surabaya mendapat hibah dari pemerintah Jepang. Hibah senilai Rp 3 miliar itu diberikan dalam bentuk alat berat dan sistem penyaringan.
Karena masih dalam uji coba, superdepo itu baru bisa menampung 10-15 ton sampah. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Surabaya sudah bekerja sama dengan lima pasar, yakni Wonokromo, Tambakrejo, Keputran, Mangga 2, dan Kapasan.
Sampah-sampah anorganik yang dihasilkan dari pasar ditampung di bank sampah yang disediakan di lokasi setempat. Para pemulung juga bisa langsung memungut sampah dari bank tersebut. Sedangkan sampah organik dicacah dan diangkut dengan truk ke superdepo yang juga berfungsi sebagai rumah kompos.
Kepala Bidang Sarana Dinas Kebersihan dan Pertamanan Surabaya Ipung Whisnu mengatakan sampah organik mendominasi sampah di Surabaya. Persentase sampah organik sebesar 60 persen berasal dari pasar dan rumah tangga.
Saat ini, sebanyak 1.300 ton sampah masuk ke tempat penampungan akhir setiap hari. Sebanyak 60 persen bisa diolah di rumah kompos. Dengan adanya superdepo, sampah yang masuk ke tempat penampungan akhir bisa ditekan hingga 20-30 ton.
AGITA SUKMA LISTYANTI