TEMPO.CO, Jakarta - Mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi, Abdullah Hehamahua, mengatakan pelimpahan berkas kasus korupsi bekas calon Kepala Kepolisian Komisaris Jenderal Budi Gunawan dari KPK ke Kejaksaan Agung tak bisa dianggap sama dengan pelimpahan berkas dari Kepolisian ke Kejaksaan. Jika Kejaksaan merasa kurang bukti, maka berkas itu tidakak bisa dikembalikan ke KPK.
"Setelah diserahkan, Kejaksaan punya kewajiban, termasuk mencari alat bukti," kata Abdullah usai acara diskusi antikorupsi Liputan6 di Jakarta, Ahad, 15 Maret 2015.
Dalam pelimpahan berkas dari Kepolisian ke Kejaksaan dikenal istilah kode administrasi perkara tindak pidana, seperti P18 yang berarti "hasil penyelidikan belum lengkap" atau P19 alias "pengembalian berkas perkara untuk dilengkapi". Sehingga antar Kepolisian dan Kejaksaan, bisa terjadi bolak-balik berkas perkara.
Abdullah menyebut peristiwa bolak-balik berkas tak bakal terjadi dalam kasus Budi Gunawan. "Kejaksaan tak bisa mengembalikan ke KPK. Ketika sudah diterima, maka Kejaksaan yang berkewajiban menyelesaikan pemberkasannya," ujarnya.
Berkas perkara kasus Budi Gunawan telah dilimpahkan KPK ke Kejaksaan pada 10 Maret 2015. Pelimpahan itu menjadi solusi yang diambil KPK setelah pengusutan kasus tersebut mandek.
Kebuntuan KPK bermula dari putusan praperadilan yang diketuk hakim tunggal Sarpin Rizaldi yang membebaskan Budi dari jeratan tersangka. Sarpin menyatakan penetapan tersangka Budi Gunawan oleh KPK tidak sah karena Budi dia anggap bukan pejabat negara dan pegawai negeri saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir Markas Besar Kepolisian. Terkait jabatan Budi itu, KPK menduga Budi menerima suap dan gratifikasi.
MUHAMAD RIZKI