TEMPO.CO, Malang - Mayoritas Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar kabupaten/kota di Jawa Timur masih solid dan belum berpihak kepada salah satu dari dua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar yang berseteru. Namun sikap mereka mulai terpengaruh oleh Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna H. Laoly yang mengakui keabsahan kubu Agung Laksono.
Menurut Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Malang Rendra Kresna, mayoritas dari 38 pengurus Golkar kabupaten dan kota di Jawa Timur memiliki kecondongan sikap dan persepsi yang selaras dengan keputusan Menteri Laoly. Masalahnya, kata Rendra, kubu Aburizal Bakrie alias Ical menggugat keputusan Menteri Laoly ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan melaporkan dugaan pemalsuan surat mandat oleh kubu Agung Laksono ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia.
Gugatan dan pelaporan oleh kubu Ical harus dihormati sebagai sikap politik sekaligus langkah hukum yang wajar. Walhasil, perseteruan dua kubu DPP belum bisa dianggap tuntas. "Kami umumnya di Jawa Timur masih solid, enggak ada kubu-kubuan. Kami hanya berkubu pada perintah kepartaian yang sah menurut keputusan hukum. Tapi masalahnya kan belum mutlak selesai, sehingga kami jadi kebingungan," kata Rendra Kresna, yang menghubungi Tempo pada Minggu siang, 15 Maret 2015.
Bupati Malang itu berpendapat secara kuantitatif dan ibarat sebuah pertandingan, keputusan Mahkamah Partai Golkar (MPG) menghasilkan skor imbang bagi kubu Ical dan Agung. Dua Anggota MPG, Muladi dan HAS Natabaya, bersikap abstain karena kubu Ical sedang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat sehingga kubu Ical dianggap sedang berupaya menyelesaikan persoalan dualisme kepengurusan DPP tanpa melalui MPG.
Sedangkan dua Anggota MPG lainnya, Djasri Marin dan Andi Mattalata, memutuskan menerima kepengurusan Golkar versi Agung Laksono. Namun secara kualitatif, keputusan Djasri Marin dan Andi Mattalata lebih bisa diterima sebagai keputusan win-win solution karena Djasri dan Andi mewajibkan kubu Agung mengkomodir kader Golkar dari kubu Ical secara selektif yang memenuhi kriteria prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tidak tercela.
Rendra menilai keputusan Djasri dan Andi pun sebenarnya bersesuaian dengan sikap Muladi dan Natabaya. Kendati netral, Muladi menyatakan bersama Natabaya ia memutuskan agar kubu siapa pun pemenang dalam proses peradilan untuk menghindari mengambil seluruh struktur kepengurusan, merehabilitasi kader Golkar yang dipecat, dan mengapresiasi yang kalah dalam kepengurusan.
Sedangkan pihak yang kalah dalam pengadilan diminta berjanji tidak membentuk partai baru. "Itu sikap dan pendapat pribadi saya. Tapi dari pembicaraan dengan kawan-kawan di Jawa Timur, tanpa mengurangi rasa hormat sedikit pun pada Pak Ical, persepsi umumnya Golkar yang di bawah ini memang lebih condong ke Pak Agung," kata Rendra berdiplomasi.
Agar kebingungan mereka terjawab dan konflik internal Golkar berakhir dengan keadilan bagi kedua kubu, Mahkamah Partai Golkar diminta menegaskan sikap terhadap keputusan Menteri Hukum dan HAM tersebut.
ABDI PURMONO