TEMPO.CO, Semarang - Sejak dua bulan terakhir, industri pasta ikan atau surimi di Jawa Tengah mengalami krisis bahan baku. Pemberlakuan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 2 tahun 2015 tentang penggunaan alat tangkap membuat suplai ikan bahan bakunya dari nelayan terhenti.
“Produksi surimi anjlok, bahkan sejak awal Maret nyaris berhenti,” kata Idriz Razak, produsen surimi asal Rembang, kepada Tempo pekan lalu.
Industri pasta ikan milik Idris, biasa mengekspor produknya ke Jepang, Singapura, Thailand dan Amerika. Namun, usaha yang diawali tahun 2013 itu kini terancam gulung tikar karena kekurangan bahan baku. “Nelayan tidak berani melaut karena ada peraturan Menteri Susi,” kata dia.
Menurut Idris, sebelum aturan baru diberlakukan, produksi pasta ikannya rata-rata mencapai 500 ton per bulan . Namun sejak awal tahun hingga Februari masing-masing hanya mampu menghasilkan 214 dan 145 ton surimi. “Malah 10 Maret lalu hanya mampu memproduksi 40 ton,” katanya.
Di Kabupaten Rembang terdapat enam produsen surimi yang selama ini memerlukan bahan baku ikan hasil tangkapan nelayan. Investasi di bisnis pasta ikan ini sebelumnya menjadi incaran para pengusaha di pesisir pantai utara karena permintaan pasar asing ramai. Dukungan suplai bahan baku nelayan di pantai utara Jawa pun memadai.
Kepala Unit Pelaksana Tugas pengelola pengembangan usaha perikanan Tasikagung, Sahroni membenarkan kondisi itu. Menurut dia, aktivitas lelang dan bongkar tangkapan ikan nelayan di kawasan pengelola pengembangan usaha perikanan Tasikagung Rembang juga mematikan ekonomi masyarakat sekitar. “Sejak pertengahan bulan Januari TPI sudah sepi, nelayan tak berani melaut karena kebijakan Menteri Kelautan yang melarang nelayan menggunakan cantrang,” kata dia.
EDI FAISOL (SEMARANG)