TEMPO.CO, Jakarta - Neraca perdagangan Februari diprediksi surplus. Hal ini melanjutkan performa mengejutkan bulan sebelumnya, sejalan dengan positifnya ekspor manufaktur dan penurunan harga minyak.
Menurut estimasi median Bloomberg, konsensus pasar menyebutkan surplus perdagangan Februari mencapai US$ 668 juta. Sebulan sebelumnya, surplus perdagangan tercatat US$ 709,4 juta, di atas konsensus pasar yang mengestimasi surplus US$ 56 juta.
Ekonom DBS Bank, Gundy Cahyadi, memperkirakan ekspor masih akan turun dibandingkan performa setahun lalu. Meskipun demikian, impor anjlok lebih dalam. "Meskipun terjadi surplus perdagangan, pertumbuhan ekspor di titik ini masih lemah," katanya seperti dikutip Bisnis.com kemarin.
Ekonom Standard Chartered Bank, Eric A. Sugandi, pun memperkirakan hal yang sama. Namun, dibandingkan bulan sebelumnya, ekspor Februari membaik—terutama manufaktur—seiring membaiknya permintaan dari Amerika Serikat. "Pelemahan rupiah pun ikut membantu ekspor manufaktur. Ini dibantu juga oleh rebound-nya harga CPO," ujarnya.
Eric menambahkan, nilai impor menurun lebih tajam akibat penurunan harga minyak dan depresiasi rupiah. Prediksi serupa juga disampaikan ekonom Mandiri Sekuritas, Aldian Taloputra, yang melihat depresiasi rupiah dan penurunan harga minyak dunia menjadi pukulan bagi kinerja impor Februari.
RACHMA T.W.