TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal Badrodin Haiti mengakui pihaknya kesulitan mencegah berkembangnya pengikut jaringan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) asal Indonesia. Dia mengaku kekurangan payung hukum untuk menjerat pengikut ISIS.
"Secara hukum, kami tak punya instrumen untuk menjerat pengikut ISIS yang belum melakukan pelanggaran hukum. Kami tindak yang sudah melanggar hukum," ujar Badrodin di Markas Besar Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta, Selasa, 17 Maret 2015.
Otoritas keamanan Turki menangkap 16 warga negara Indonesia yang hendak menyeberang ke Suriah pada 29 Januari lalu. Mereka terdiri atas tiga keluarga yang diduga memiliki hubungan dengan terduga teroris Tulungagung yang ditembak mati pada Juli 2013.
Polisi juga masih mencari keberadaan 16 warga negara Indonesia yang memisahkan diri dari rombongan turis saat berada di Turki. Mereka diduga akan bergabung dengan ISIS.
Indonesia telah mengirim tim investigasi gabungan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Detasemen Khusus 88, dan Badan Intelijen Negara. Menurut Badrodin, pihaknya belum menerima laporan lebih lanjut terkait dengan investigasi tersebut.
Badrodin menuturkan akan menghukum pihak-pihak yang terlibat dalam tindakan makar berdasarkan Pasal 139 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. "Di antara pelaku makar, ada yang kami identifikasi sebagai kegiatan bersenjata. Nanti kami tindak dengan Undang-Undang Antiterorisme, termasuk Pasal 139 KUHP," ucapnya.
Soal pencegahan, Badrodin akan bekerja sama dengan instansi lain dan tokoh agama untuk menangkal paham radikal seperti yang disebarkan ISIS. Dia membantah pihaknya kecolongan terkait dengan adanya gerakan WNI yang bergabung dengan ISIS.
"ISIS kan masuk sejak lama. Kantongnya bukan hanya di Poso, ada juga Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat," ucapnya.
PUTRI ADITYOWATI