TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif ReforMiner Komaidi Notonegoro mengatakan harga bensin, terutama jenis Premium dan Pertamax, seharusnya sudah naik. Musababnya, nilai tukar rupiah (di atas Rp 13 ribu) dan harga minyak kembali merangsek naik mendekati US$ 55 terhitung sejak Senin, 16 Maret 2015.
"Kisaran kenaikan harga Rp 500 sampai Rp 1.000 per liter," katanya ketika dihubungi, Selasa, 17 Maret 2015. Dorongan kenaikan, kata Komaidi, tentunya berasal dari PT Pertamina (Persero) untuk menyelamatkan margin keuntungan perusahaan.
Keputusan kenaikan, menurut dia, bukanlah kewenangan Pertamina belaka. Pemerintahlah, ujar Komaidi, yang berhak menentukan harga bensin. Namun pemerintah tak bisa begitu saja menaikkan apabila alasan Pertamina menyelamatkan keuangan koorporasi.
"Kalau bensin konsumsi korporasi sudah harus naik, tapi kalau konsumsi masyarakat tidak semudah itu," ujarnya. Komaidi mengatakan, selain faktor korporasi, faktor inflasi dan pertumbuhan ekonomi harus dijadikan pertimbangan. "Makanya tak semudah itu."
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) mengusulkan lagi kenaikan harga Premium ke pemerintah. Namun pemerintah enggan mengatakan berapa usulan kenaikannya. "Tak usah disebut berapa karena akan jadi masalah," kata Direktur Pemasaran PT Pertamina Ahmad Bambang kepada Tempo kemarin.
Menurut Bambang, Pertamina mengusulkan kenaikan harga Premium karena rupiah terus melemah dan harga minyak mentah dunia juga naik. Dua faktor itu disebut sebagai penyebab harga Premium harus naik. Kendati harga minyak mentah belum jauh dari asumsi yang di APBN-P 2015, kata Bambang, harga Premium tetap harus naik.
"Kita kan bicara harga, acuannya bukan asumsi APBN, tetapi terhadap harga bulan sebelumnya," kata Bambang. Pada 1 Maret 2015, Pertamina juga sudah menaikkan harga Premium di wilayah Jawa, Madura, dan Bali dari Rp 6.700 menjadi Rp 6.900 per liter. Sedangkan untuk harga Premium di luar wilayah itu, naik dari Rp 6.600 menjadi Rp 6.800 per liter atau sama-sama naik Rp 200 per liter.
ANDI RUSLI