TEMPO.CO, Situbondo - Nenek Asyani, terdakwa dalam kasus pencurian kayu jati, memohon dibebaskan dari proses hukum saat menerima kunjungan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya, Rabu 18 Maret 2015. "Ampun Bu Menteri, tolong bebaskan saya," katanya sambil mengatupkan dua telapak tangan di rumahnya di Dusun Kristal, Desa/Kecamatan Jatibanteng, Situbondo, Jawa Timur.
Siti Nurbaya datang bertamu didampingi Bupati Situbondo Dadang Wigiarto dan jajaran Perum Perhutani. Saat bertemu Menteri Siti, nenek Asyani langsung menangis yang langsung dihapus dengan tisu oleh Siti.
Menurut Asyani, selama proses hukum belum berhenti, dia tetap mengalami tekanan batin. Sejak dipenjara pada 15 Desember 2014, dia mengaku kerap mengalami pusing dan asma. "Saya harap jangan hanya (diberi) penangguhan penahanan," katanya dalam bahasa Madura.
Mendengar permohonan dan tangisan Asyani, sang menteri mencoba menguatkan. "Jangan nangis, ayo ibu harus kuat. Banyak yang bantuin di sini," kata dia.
Siti bertamu sekitar 30 menit. Dalam deriode itu dia menekankan bahwa prosedur hukum harus tetap dijalani Asyani. "Tetapi saya masih mencari cara agar nenek Asyani tetap memperoleh keadilan," katanya sambil menambahkan, "Keadilan kan dimensinya banyak, satu diantaranya kemanusiaan."
Asyani, seorang tukang pijat, dan tiga orang lainnya dituduh mencuri 38 papan kayu jati di lahan Perhutani di desa setempat. Kasus berawal dari Perhutani yang melaporkan telah kehilangan 2 pohon jati yang berdiameter 115 cm dan 105 cm ke Polsek Jatibanteng pada 4 Juli 2014.
Asyani yang lalu terseret dalam penyidikan oleh kepolisian didakwa dengan Pasal 12 huruf d juncto Pasal 83 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun. Asyani dijebloskan ke penjara sejak 15 Desember 2014 sebelum kemudian majelis hakim mengabulkan permohonan penangguhan penahanannya pada Senin 16 Maret 2015.
Namun perkara Asyani tetap berlanjut.
IKA NINGTYAS