TEMPO.CO, Jombang - Kejaksaan Negeri Jombang menetapkan tiga tersangka pembobolan bank milik Pemerintah Kabupaten Jombang Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat, Bank Jombang, Rp 775 juta dengan modus kredit fiktif.
Dua dari tiga tersangka merupakan pegawai negeri sipil di tingkat kecamatan, yakni Pembantu Bendahara Kecamatan Megaluh, Heri Supriono, dan staf Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Wida Rahayu. Sedangkan seorang tersangka lainnya adalah karyawan Bank Jombang bagian account officer, Suci Andari.
"Modusnya, dua PNS ini mengajukan kredit untuk 15 PNS, tapi ternyata data 15 debitor itu fiktif," kata Kepala Seksi Intelijen yang juga juru bicara Kejaksaan Negeri Jombang, Nurngali, Kamis, 19 Maret 2015.
Dari 15 debitor fiktif, pengajuan untuk 13 orang diajukan melalui Kantor Cabang Bank Jombang di Kecamatan Ploso dan dua lainnya melalui Kantor Pusat Bank Jombang. Meski fiktif, pengajuan kredit tersebut ternyata lolos dari pemeriksaan bank karena bersekongkol dengan karyawan bank. "Ada kongkalikong dengan orang dalam bank," kata Nurngali.
Kredit fiktif ini terkuak setelah manajemen bank melakukan pemeriksaan berkala dan menemukan kredit macet pada 15 debitor tersebut. Setelah ditelusuri, nama-nama itu ternyata fiktif. Manajemen Bank Jombang akhirnya melaporkan kredit fiktif tersebut ke aparat penegak hukum.
Setelah diselidiki, ternyata semua persyaratan administratif pengajuan kredit dipalsukan, termasuk kartu keluarga, kartu tanda penduduk, dan surat keputusan pengangkatan CPNS sebagai jaminan. "Bahkan tanda tangan Camat Megaluh juga dipalsukan," kata Nurngali.
Sejak Januari hingga Agustus 2014, kredit untuk 15 debitor dicairkan bertahap hingga berjumlah Rp 775 juta. Uang Rp 775 juta tersebut dibagi untuk tiga tersangka, antara lain Heri Rp 189 juta, Wida Rp 455 juta, dan Suci Rp 131 juta.
Direktur PD BPR Bank Jombang Adam Joyo Pranoto mengatakan karyawannya yang terlibat kasus kredit fiktif tersebut telah diberhentikan dari tugasnya atau nonjob. "Sampai ada putusan hukum yang tetap," katanya.
Adapun seorang pegawai kecamatan yang terlibat kasus itu, Wida, sudah sebulan tak masuk kerja. "Awalnya tak masuk kerja dengan alasan sakit, lalu izin lagi karena urusan keluarga," katanya.
ISHOMUDDIN