TEMPO.CO, Ohio - Angka bunuh diri pemuda-pemudi Amerika Serikat ternyata tinggi. Setidaknya ada 4.600 remaja usia 10-24 tahun melakukan bunuh diri setiap tahun. Tingginya angka bunuh diri tersebut masuk ke salah satu dari sepuluh penyebab utama kematian di Negeri Abang Sam. Bahkan, menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), kematian akibat bunuh diri lebih banyak ketimbang kecelakaan mobil atau cedera.
"Orang yang melakukan bunuh diri percaya bahwa mereka lebih baik mati daripada menelan keputusasaan dan rasa sakit," kata John Campo, kepala divisi psikiatri dan kesehatan perilaku di Ohio State University Wexner Medical Center, seperti dikutip dari Livescience.
Pada 2013, CDC mencatat 41,1 ribu lebih kasus bunuh diri di Amerika. Sedangkan, tahun 2014 setidaknya ada 8,3 juta orang dewasa yang dilaporkan memiliki pikiran untuk melakukan bunuh diri.
Berdasarkan jenis kelamin, CDC mencatat bahwa pria empat kali lebih berpotensi besar untuk bunuh diri dibandingkan perempuan. Sekitar 79 persen kasus bunuh diri di Amerika dilakukan oleh pria. Sisanya dilakukan oleh kaum wanita.
Menurut Campo, pria memilih cara bunuh diri yang lebih mematikan. Salah satunya memakai senjata api. Sedangkan wanita lebih memilih cara yang halus dengan meminum racun.
Selain jenis kelamin, CDC juga mencatat kasus bunuh diri berdasarkan suku dan warna kulit. Suku Indian Amerika, pribumi Alas, dan orang kulit tercatat lebih banyak melakukan bunuh diri. Sedangkan suku Asia dan Oceania berjenis kelamin pria dan Afro-Amerika berjenis kelamin perempuan menempati urutan terencah bunuh diri.
Entah karena apa, tapi CDC menemukan fakta bahwa bunuh diri seringnya terjadi pada musim semi. Campo menduga alasan ekonomi menjadi penyebab utama. Saat memasuki musim semi, kata dia, harga barang seringnya memuncak. Atau, menurut dia, bisa jadi juga karena peningkatan kelompok sosialitas kelas menengah selama musim semi.
"Menurunkan mental banyak orang yang tak bisa menggapi titik tersebut," ujar Campo. Bahkan, beberapa ilmuwan percaya musim semi bisa memperburuk penyakit mental.
LIVESCIENCE | AMRI MAHBUB