TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Irfan Idris mengatakan lembaganya sudah mensosialisasikan deradikalisasi sejak program itu dimulai pada 2010. BNPT, kata Irfan, sejak awal hingga kini memberdayakan masyarakat pesantren, di rumah ibadah, lembaga pemasyarakatan, dan beberapa pentolan gerakan radikal untuk dialog damai. Ihwal adanya warga negara Indonesia yang berperang di luar negeri, Irfan mengatakan lembaganya memiliki keterbatasan.
"BNPT bukan superman yang bisa tahu semua aktivitas terorisme dan radikalisme dari Sabang sampai Merauke," kata Irfan saat dialog BNPT di kawasan Cikini, Kamis, 19 Maret 2015.
Menurut Irfan, program deradikalisasi yang dilakukan BNPT kalah lama ketimbang aktivitas penganut Islam radikal di Indonesia. BNPT baru beroperasi sekitar hampir lima tahun, sedangkan gerakan radikal sudah puluhan tahun. Namun, Irfan optimistis negara tak akan kalah melawan teroris. "BNPT ini akan selalu menyiapkan strategi untuk melawan balik mereka."
Salah satu strategi yang dijalankan BNPT adalah dengan menggandeng para pemuda untuk menanamkan nilai deradikalisasi. Musababnya, kata Irfan, para penganut Islam radikal sering menyasar remaja untuk bergabung. "Caranya, mereka dicuci otak bahwa kemiskinan ini akibat pemerintahan korup dan kepemimpinan yang tak sesuai dengan nilai Islam," kata dia.
Pemuda yang berhasil terpengaruh paham radikal, kata dia, lalu diberangkatkan ke daerah konflik, seperti Afganistan dan Suriah. Mereka berhasrat untuk mendirikan sebuah negara dengan sistem pemerintahan Islam. Yang bahaya, menurut Irfan, adalah saat mereka kembali ke Indonesia. "Mereka memiliki romantisme menegakkan khilafah di kampung kelahirannya."
MUHAMMAD MUHYIDDIN