TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Konsuler Kementerian Luar Negeri Tri Tharyat mengungkapkan, warga negara Indonesia yang tergabung dengan gerakan radikal bisa digolongkan sebagai tentara bayaran (mercenary), sehingga kewarganegaraannya dapat dicabut.
"Dalam UU Nomor 12 Tahun 2006, seseorang bisa kehilangan kewarganegaraan jika bergabung dengan pasukan asing. Dalam kaitan dengan milisi ISIS, orang itu bisa disebut dengan mercenary, atau tentara bayaran. Bergabung dengan tentara bayaran dapat dikategorikan bergabung dengan tentara asing," kata Tri kepada Tempo, Kamis, 19 Maret 2015.
Dia menambahkan, hal ini masih digodok otoritas terkait, dengan kemungkinan kewarganegaraan yang bersangkutan akan dicabut.
Tri mengatakan Kementerian Luar Negeri tidak terlibat dalam pencabutan kewarganegaraan. Kementerian yang bertanggung jawab mengurusi hal tersebut adalah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia lewat Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.
"Dari Kemenkumham, laporan biasanya dikirim ke Kemlu bahwa WNI atas nama X telah dicabut kewarganegaraannya. Laporan tersebut lalu kami sebarkan ke seluruh perwakilan RI," kata Tri.
Dia mengungkapkan, selama ini pergantian kewarganegaraan umumnya berlaku secara sukarela, karena orang yang berpindah kewarganegaraan telah mendapatkan kewarganegaraan tertentu. Undang-undang melarang WNI memiliki dua kewarganegaraan, kecuali yang berumur di bawah 18 tahun.
Dalam kasus pencabutan, biasanya orang itu masuk ke Indonesia dengan paspor sebagai WNI, tapi di data keimigrasian dia tercatat telah menjadi warga negara tertentu. "Jika itu terjadi, pihak imigrasi akan mengambil paspornya dan membuat berita acara pencabutan paspor," kata Tri.
Wacana mencabut kewarganegaraan bagi WNI yang bergabung dengan gerakan radikal di Timur Tengah dilontarkan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk menanggapi kabar tertangkapnya 16 WNI di Gaziantep, Turki, serta 16 lainnya yang dikabarkan memisahkan diri dari sebuah rombongan tur di Turki dan hingga kini belum ditemukan.
Ke-16 WNI yang tertangkap di Gaziantep itu mengaku akan menyeberang ke Suriah. Kementerian Luar Negeri belum dapat memastikan apakah mereka akan bergabung dengan ISIS. Di Suriah terdapat banyak kelompok radikal yang mengatasnamakan Islam.
NATALIA SANTI