TEMPO.CO, Tunis - Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi bersumpah akan memerangi terorisme tanpa ampun menyusul penyerangan kelompok bersenjata yang menewaskan 19 orang di Museum Nasional Bardo, Tunis, Tunisia, Afrika Utara, Rabu, 18 Maret 2015.
Sebanyak 17 wisatawan asing tewas dalam insiden berdarah itu. Mereka adalah pengunjung dari Jepang, Italia, Kolombia, Australia, Prancis, Polandia, dan Spanyol. Sisanya, dua orang, adalah warga negara Tunisia. Salah satu di antaranya adalah petugas polisi.
Petugas keamanan telah menembak dua anggota kelompok penyerang bersenjata itu dan masih mencari sisanya. Pernyataan resmi Tunisia menyebutkan lebih dari 40 orang yang terdiri atas turis dan warga setempat terluka.
"Kelompok minoritas yang jahat ini tidak akan membuat kita takut. Kita akan melawan mereka sampai tuntas dan tanpa ampun, " kata Essebsi dalam pernyataannya yang disiarkan di stasiun televisi nasional.
"Demokrasi akan menang dan kita akan terus bertahan," ucapnya. Adapun Essebsi terpilih sebagai presiden pertama di era demokrasi Tunisia setelah Arab Spring atau jatuhnya Presiden Zine el-Abidine Ben Ali yang memerintah sejak 1987.
Perdana Menteri Habib Essid mengatakan insiden ini merupakan titik kritis dalam sejarah Tunisia dan menjadi saat yang menentukan bagi masa depan negeri itu.
Saat penyerangan terjadi, para deputi di gedung parlemen, yang bersebelahan dengan Museum Nasional Bardo, tengah membahas tentang aturan anti-terorisme. Anggota parlemen dievakuasi setelah teror tersebut terjadi.
Warga Tunisia berbondong-bondong turun ke jalanan di pusat kota untuk memprotes penyerangan itu. Mereka mengibarkan bendera dan menyalakan lilin di luar Bardo.
BBC | MARTHA WARTA SILABAN