TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Asrorun Ni'an Sholeh mensinyalir praktek prostitusi terselubung di balik fenomena pernikahan siri lewat online. "Kuat dugaan, layanan itu menawarkan praktek prostitusi berkedok pernikahan," ujarnya Rabu, 18 Maret 2015.
Layanan nikah siri online marak diperbincangkan dalam beberapa pekan terakhir. Sejumlah situs diketahui menawarkan jasa itu dengan tarif jutaan rupiah. Para pemohon cukup berhubungan lewat sarana komunikasi seperti Skype dengan penyedia layanan yang berperan sebagai wali dan saksi nikah
Menurut Asrorun, pada prinsipnya MUI menghalalkan nikah siri. Namun praktek itu hanya bisa dihalalkan sejauh memenuhi syarat yang diatur dalam agama seperti ada proses ijab kabul, pemberian mahar, diperwalikan, dan memiliki saksi. "Proses nikah siri ini tidak untuk menyembunyikan pernikahan," katanya.
Dalam kasus nikah siri online, kata Asrorun, MUI menduga layanan itu sudah menjurus praktek komersialisasi. Para pengguna layanan, menurutnya, meniatkan pernikahan mereka semata untuk pelampiasan hasrat seksual sesaat. "Kalau pernikahan itu bersifat sementara, ini jelas haram," katanya.
Asrorun menjelaskan, lembaga pernikahan merupakan pranata yang memiliki dimensi ilahiah. Tujuannya tak lain untuk membangun rumah tangga yang penuh keberkahan. "Maknanya jangan diredusir untuk mengesahkan hubungan seksual saja. Ada derajat yang lebih tinggi dari itu," katanya.
Meski demikian, kata Asrorun, MUI belum sampai pada keputusan mengharamkan praktek tersebut. Sikap itu baru bisa disampaikan setelah MUI menggelar pleno pekan ini. Kalau tak ada kata putus, kasus itu bisa diangkat dalam rapat akbar MUI yang bakal digelar pertengahan Juli 2015.
Asrorun menambahkan, materi yang bakal dikaji berkaitan dengan prosesi akad nikah yang tidak melibatkan dua mempelai. MUI juga akan mengkaji keabsahan proses pernikahan lewat sarana komunikasi seperti ponsel dan program Skype. "Cara seperti itu tentunya diragukan keabsahannya," ujarnya.
RIKY FERDIANTO