TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tetap memerintahkan Kepala Inspektorat Lasro Marbun mencari tahu pejabat di jajarannya yang cawe-cawe dalam pengadaan uninterruptible power supply (UPS) senilai total Rp 280 miliar. "Saya suruh dia periksa siapa sih yang siluman, yang ketik-ketik itu. Perintahnya siapa, kita cari," kata Basuki di Balai Kota Jakarta, Kamis, 19 Maret 2015.
Namun Ahok, panggilan akrab Basuki, meminta Inspektorat menghentikan sementara proses pemeriksaan kasus pengadaan UPS lewat APBD 2014. Sebab, kasus tersebut telah ditangani Kepolisian Daerah Metro Jaya. "Saya bilang jangan periksa dulu."
Selain itu, ada Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 4 Tahun 2008 tentang Kode Etik Aparatur Negara. Aturan itu menjelaskan, seorang pegawai tidak boleh berpartisipasi dalam kegiatan yang menyebabkan terjadinya benturan kepentingan.
Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan juga melarang seorang pemeriksa melakukan pemeriksaan terhadap hal yang terkait dengannya. Pada saat pengadaan UPS lewat APBD 2014, Lasro Marbun menjabat Kepala Dinas Pendidikan.
Lasro menjelaskan, Ahok juga memerintahkan penghentian pemeriksaan karena proses APBD 2015 belum rampung. "Kita tunda sampai selesai APBD," ucapnya.
Menurut Lasro, kebanyakan pejabat yang diperiksa Inspektorat berasal dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda). Padahal Bappeda merupakan salah satu lembaga yang memproses APBD. Salah satunya adalah Wahyu Wijayanto, mantan Kepala Bidang Perencanaan Program dan Pembiayaan Bappeda.
ERWAN HERMAWAN