TEMPO.CO, Jakarta - Tiga klub Liga Primer Inggris terkubur dalam babak 16 besar Liga Champions musim ini, 2014-2015. Apa yang terjadi?
Mantan pemain Liga Primer Inggris, Robbie Savage, sebagai analis di siaran langsung BBC Radio 5, pagi ini, Kamis 19 Maret 2015, untuk pertandingan Barcelona melawan Manchester City, mengatakan, “Bisakah hal ini menjadi akhir dari Manuel Pellegrini (manajer City) musim ini? Mereka benar-benar babak-belur. City berkilometer, kilometer, kilometer di belakang Barcelona.”
Pernyataan Savage itu mengisyaratkan kualitas City ketinggalan sangat jauh dari Barcelona. Padahal, City adalah juara Liga Primer Inggris musim lalu.
Tentang kualitas klub-klub Liga Primer Inggris ketika bertarung di kejuaraan antarklub Eropa ini ada perdebatan. Ada yang mengatakan karena begitu ketatnya jadwal kompetisi mereka di Inggris –ada tiga kejuaraan dan minimnya libur di Hari Natal dan Tahun baru-, klub-klub dari Liga Primer Inggris terkuras tenaganya ketika tampil di Liga Champions.
Tapi, ada juga yang mengatakan, bukankah klub-klub dari Liga Primer Inggris sudah terbiasa dengan jadwal yang “gila” itu dan bukankah mereka sudah pernah memenangi Liga Champions seperti Liverpool, Manchester United, dan Chelsea?
Kualitas klub di Liga Primer ini sekarang menjadi sorotan setelah City, Chelsea, dan Arsenal terkubur dalam 16 besar Liga Champions musim ini. Sebaliknya La Liga Spanyol mendominasi dengan meloloskan tiga wakilnya yaitu Barcelona, Real Madrid, dan Atletico ke perempat final.
Sedangkan Liga 1 Prancis mengirimkan dua wakilnya yaitu Paris Saint-Germain dan AS Monaco yang menariknya sama-sama menyingkirkan wakil Inggris yaitu Chelsea dan Arsenal dengan cara begitu dramatis. PSG dan Monaco menang berkat keunggulan gol di partai tandang setelah skor agregate dalam dua kali pertemuan imbang.
Jerman meloloskan satu wakilnya, pemegang kendali Bundesliga selama ini, Bayern Muenchen. Italia juga meloloskan satu wakil yakni Juventus yang menyingkirkan wakil Jerman lainnya, Borussia Dortmund, Kamis 19 Maret 2015. Portugal pun mendapat satu jatah dalam 8 besar melalui FC Porto.
Melihat ketiadaan wakil Inggris pada lanjutan Liga Champions musim ini, selain debat tentang apakah kualitas menjadi penyebab atau tidak dari kegagalan tersebut, ada juga yang mempersoalkan peraturan gol tandang dalam Liga Champions ini.
Soal gol tandang itu ditulis dalam salah satu tulisan opini di media terkemuka di Inggris, Guardian. Tulisan ini muncul menanggapi reaksi kekecewaan Manajer Arsenal, Arsene Wenger, terhadap kekalahan menyesakkan mereka di Monaco, Rabu dinihari lalu. Arsenal menang 2-0 di Monaco tapi tersingkir karena sebelumnya kalah 1-3 di London. Dalam skor agregate 3-3, Monaco yang berhak lolos karena lebih banyak bikin gol di kandang lawan.
Selain bilang bahwa lebih baik Arsenal tak usah lolos dari babak utama penyisihan grup Liga Champions sehingga punya peluang lebih besar untuk memenangi kejuaraan nomor dua, Liga Europa, Wenger juga bilang Monaco tak pantas lolos bila melihat permainan mantan timnya tersebut dibandingkan Arsenal.
Di salah satu tulisan opini di Guardian ini, disinggung bagaimana peraturan gol tandang yang sudah berusia 60 tahun di kejuaraan antarklub Eropa itu perlu ditinjau kembali. Pasalnya, sepak bola modern membutuhkan hal-hal yang lebih positif untuk perkembangannya.
Untuk mendukung pendapat itu, pernyataan Wenger pada 2008 diangkat lagi soal peraturan gol tandang yang dinilainya “mematikan” kualitas permainan sepak bola modern. Sepak bola yang menarik dan indah dikorbankan demi strategi meraih kemenangan.
"Saya percaya taktik untuk mengantisipasi gol tandang ini telah menjadi terlalu penting," kata Wenger.
"Tim mendapatkan hasil imbang 0-0 di kandang dan mereka senang. Alih-alih memiliki efek positif, hal ini mendorong soal taktik terlalu jauh dalam sepak bola modern. Ini membuat Anda lebih suka bermain bertahan dengan lebih baik ketika bermain di kandang,” Wenger melanjutkan.
HARI PRASETYO